Crush On You!

LEE SEOHO:

Semua cowo itu sama aja, sama-sama bajingan, nggak tau diri! Apalagi cowok yang namanya Kim Youngjo. Sok ganteng, suka tebar pesona. Tapi maaf banget nih, gue nggak mempan! Demi apapun gue langsung mual kalo lihat batang hidungnya. Percuma good looking, tapi kelakuan nggak sesuai.

Nggak cuma itu aja, yang lebih ngeselin lagi, dia diam-diam suka.... Ah! Just forget it, lama-lama juga bakal kebongkar.

KIM YOUNGJO:

Bukan bermaksud sombong atau gimana, kenyataannya hampir semua penghuni di kampus RBW ngejar-ngejar gue. Hampir semua. Cuma satu yang nggak normal, namanya Lee Seoho. Cuma dia yang bener-bener bikin gue gila nggak ketulungan, bikin otak sama hati gue nggak pernah sinkron. Nggak pernah nyambung kalo lagi deket dia. Udah kayak bocah kesasar. Padahal udah jelas itu orang nggak ada apa-apanya dibanding sama mantan-mantan yang ngejar gue. Dia….biasa banget!

Tapi sejak hari itu, entah gimana gue selalu dan selalu lepas kontrol kalo ketemu sama dia. Iya, Lee Seoho. Gue juga nggak ngerti kenapa. Yang jelas itu orang benar-benar….. ah kampret! Tuh kan, gue lost lagi!

“Bisa dikurangin nggak sih asapnya?” sungut Seoho yang tengah duduk di sudut ruangan dengan earphone yang bertengger longgar di telinganya.

Salah satu dari empat cowok yang tengah asyik bermain domino itu menyahut, “Astaga, Ho!” Ia menyudut rokoknya yang hampir habis pada asbak. “Maaf ya, gue nggak tahu lo ada di situ.”

Seoho mendengus kemudian menyahut, “Gue masuk kesini udah dari sepuluh menit yang lalu—”

“Gue bukain jendela deh,” potong cowok kedua sambil berdiri dari tempatnya dan berjalan menuju jendela. Terpaksa mereka menghentikan permainan sesaat.

“Lo nggak ada kelas, Ho?”

Seoho menggeleng dan menjawab, “Ada, tapi gue telat dua menit dari batas toleransi, jadi terpaksa absen lagi.”

Cowok dengan wajah ceria itu tertawa. “Emang toleransi berapa menit?”

“Lima menit…. Dongju, kenapa ketawa?” jawab Seoho.

Cowok bernama Son Dongju itu melarikan jemarinya ke rambut dark brown-nya yang sudah memanjang dan berkata, “Dosen udah baik banget ngasih toleransi dan lo masih telat juga.”

Seoho mencibir mendengar sindiran Dongju. Asap rokok pada ruangan Sekretariat UKM Seni ini sudah mereda. Ruang UKM ini menjadi markas Lee Seoho ketika ia sedang bolos kuliah karena terlambat ataupun malas. Ia berada di markas anak seni karena terlambat masuk mata kuliah Statistik. Sesungguhnya Pak Dosen berkepala botak yang tidak mengizinkan Seoho masuk ke kelasnya itu sudah berbaik hati dengan memberikan toleransi keterlambatan lima menit sesudah pukul sembilan. Namun Lee Seoho datang telat dua menit dari batas toleransi. Maka Seoho harus absen pada pertemuan kali ini.

Seoho melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul setengah sepuluh. Pantas saja Sekretariat Seni ini belum ada penghuni. Teman-teman Seoho masih kuliah dengan tekun saat ini. Hanya ia yang duduk bermalas-malasan di sudut ruangan dengan rambut dan pakaian berbau apek akibat asap rokok hasil dari empat cowok yang bermain domino di lantai tadi.

Tiba-tiba pintu ruang Sekretariat Seni terbuka. Empat pasang mata mengarah ke pintu, termasuk Seoho. Berdiri seorang senior berperawakan tinggi dengan bahu lebar dan wajah sangat tampan.

“Oh, Bang Geonhak,” sapa Dongju. Tiga cowok lainnya juga ikut menyapa.

Seolah acuh, Lee Seoho sama sekali tidak mengindahkan Geonhak yang duduk tepat berada di sebelahnya. Tsk, itu hanya pura-pura. Sesungguhnya dalam batin Seoho senang bukan kepalang. Memang, Kim Geonhak- seniornya di UKM Seni itu telah mencuri hatinya secara tidak sengaja. Seoho ingat betul saat Jaeyoung sohib Kim Geonhak yang merupakan sesepuh UKM Seni itu secara terang-terangan menggoda Geonhak.

“Ah, capek,” keluh Geonhak.

Seoho terkekeh dalam hati, “Kenapa Bang?”

“Ngulang bikin web. Ada yang salah katanya.”

Tidak tahu harus berkomentar apa dan harus menanggapi bagaimana, Lee Seoho hanya tersenyum tipis. “Yah, nikmatin aja bang. Semangat!”

Geonhak terkekeh mendapat tanggapan dari Seoho. Ia mengacak-acak kecil surai cokelat Seoho dan berkata, “Makasih banget lho, ya…”

Seoho hanya menyengir. Hatinya masih dag-dig-dug-serr setelah Geonhak menyentuh helaian rambutnya. Pipinya merona. Bunga di hatinya bermekaran. Seoho merasa dirinya menjadi seperti cokelat yang meleleh saat chocolava dipotong menjadi dua.

Tak dapat dihindari, tentu saja empat cowok yang tengah seru bermain domino di seberang mereka menyaksikan interaksi itu. Mata Seoho bertemu dengan Dongju yang sedang menyunggingkan senyuman. Duh, Seoho salah tingkah. Bukan, bukan karena mereka berdua ada sesuatu, tapi karena Dongju adalah teman yang jahil.

Pintu terbuka lagi. Kali ini cowok berperawakan tinggi dengan mata sipit dan bibir yang agak penuh masuk ke dalam ruangan. Ia melepas sepatunya dan berkata, ”Entar sore jam empat kita rapat.”

Cowok itu mengedarkan pandangan dan menangkap Seoho dan Geonhak yang sedang mojok di ruangan. “Ho, lo sebar ke anak-anak, entar jam empat rapat.”

“Rapat apaan?” tanya Geonhak.

Harin berjalan menuju kulkas yang berada tidak jauh dari tempat di mana Seoho dan Geonhak selonjoran di lantai. “Event buat bulan bahasa di fakultas gue, Bang.”

“Anak sastra rajin amat bikin event beginian.” sungut Geonhak.

“Iya nih, barusan anak Cina nyamperin gue minta anak Seni ngisi acara, nyanyiin lagu Mandarin.” jawab Harin.

—ccCCcc—

“Hwanwoong, lo kalo lagi nggak fokus ya nggak usah belay. Gue capek teriak-teriak minta loss-pull-loss.”

Sorry, Jo. Udah capek banget dari jam dua jaga terus,” sahut cowok yang kena omel dengan pasrah.

Cowok dengan panggilan Jo itu membuka sling-nya dan melepas seat harnes yang melingkar di pinggul dan bokongnya. Ia berdecak kesal, “Kenapa nggak minta ganti Keonhee atau yang lain sih?”

“Siapa lagi yang mau gantiin, Jo? Keonhee udah sama Bang Yonghoon ke pohon besar.”

Jo atau lengkapnya Kim Youngjo menghela napas mendengar jawaban Hwanwoong. Hwanwoong meringis, menggaruk keningnya yang tidak gatal. Merasa bersalah. Tentu saja ia hampir mencelakakan Kim Youngjo karena keteledorannya yang tidak fokus bertugas menjadi belayer untuk menahan dan meredam laju tali kernmantle.

“Ya udah yuk, udah ditunggu anak-anak.” Youngjo merangkul sahabatnya.

“Terus ini siapa yang beresin?”

Youngjo menjawab dengan santai seraya menggiring Hwanwoong berjalan meninggalkan lokasi. “Minta anak baru yang beresin. Buru, entar Bang Yonghoon ngamuk.”

Setelah memanggil junior yang tidak jauh dari papan boulder dan meminta mereka untuk membereskan semua peralatan panjat tebing mereka, Youngjo dan Hwanwoong berjalan menuju parkiran gedung UKM Universitas RainbowBridgeWorld, atau lebih singkatnya RBW.

Hari ini adalah hari terakhir event yang diselenggarakan Mapala RBW dalam rangka ulang tahun organisasi mereka. Setelah event yang dilaksanakan selesai dan tuntas, mereka mempunyai ritual khusus yang selalu diadakan di parkiran gedung UKM.

Ritual apakah itu?

Ritual pemujaan pohon besar yang berada di parkiran gedung UKM dengan menenggak minuman yang dapat membuat isi kepala melayang. Ritual yang hanya dilakukan oleh para senior saja. Kegiatan itu selalu dilakukan setelah event mereka selesai pada sore menjelang senja, ketika kampus benar-benar sepi.

Youngjo dan Hwanwoong memasuki area parkiran yang luas. Terparkir kurang dari sepuluh mobil dan belasan motor, beberapa memang milik anak Mapala. Mereka berbelok ke kiri menuju parkiran paling belakang dan mendapati segerombolan senior Mapala yang sudah duduk di atas tanah dengan matras yang menjadi alas. Ada api kecil di tengah mereka sebagai anti nyamuk.

Youngjo dan Hwanwoong menghampiri mereka. Youngjo duduk di sebelah cowok berkulit putih pucat dan berkata, “Bagi sebat dong. Punya gue habis.”

Cowok di sampingnya menyodorkan kotak Marlboro merah beserta pemantiknya. Youngjo mencomot satu batang rokok dan mengapit benda mengandung nikotin itu di antara bibirnya. Bibir yang digilai oleh seluruh mahasiswi RBW. Youngjo menyalakan pemantik kemudian menyulut ujung rokoknya. Youngjo menghisap puntung yang terasa manis itu, membuat asap pada ujung batang rokok menyala.

Cowok bermarga Kim itu mengembuskan asap hasil pembakaran ke udara. Ia mengembalikan kotak rokok serta pemantiknya pada pemilik seraya bergumam, “Makasih, Bang.”

Yonghoon yang baru saja membagikan rokoknya mengambil sesuatu dari carrier berukuran tiga puluh liternya. Sebotol whiskey bermerk Jack Daniel’s No. 7 dengan kadar alkohol tinggi yaitu sebesar empat puluh persen.

“Widih, sesajennya nongol!”

“Bang Yonghoon, ini oleh-oleh dari Chicago?”

Cowok berkulit putih pucat itu menggeleng, “Nggak, kemaren gue balik ke rumah, nyolong satu punya bokap,” sahut Yonghoon yang merupakan Ketua Umum Mapala RBW.

Yonghoon menyerahkan botol whiskey-nya pada Youngjo. Youngjo berlutut seketika. Bagaikan menerima sebuah benda pusaka yang sangat keramat. Hwanwoong yang duduk di seberang Youngjo mulai komat-kamit baca mantra. Entah apa yang Hwanwoong ucapkan dan anehnya para tetua organisasi itu mengamininya.

Cowok bernama Giwook mengambil gitarnya dan memainkannya. Kemudian ia mulai menyembah pohon besar yang ada di hadapan mereka sebanyak tiga kali lalu kembali duduk di atas matras mengelilingi api unggun kecil.

Ritual pun dimulai. Youngjo membuka tutup botol dengan hikmad, yang lain menahan napas.

Krek!!

Youngjo menyerahkan kembali botol itu pada Yonghoon dan berkata, “Ketua dipersilahkan untuk menenggaknya terlebih dahulu.”

“Sangar!!!” seru mereka bersamaan saat Yonghoon menyambut botolnya. Ia memulai minum whiskey itu sebanyak tiga tegukan.

Semua meneguk saliva masing-masing. Tergiur. Apalagi ketika Yonghoon mendesah puas.

“Putar!” perintah Yonghoon.

Giliran Youngjo, Hwanwoong, Keonhee dan Giwook, dan lainnya hingga botol itu kembali pada Yonghoon lagi. Mereka mulai merasakan efek alkohol. Gitar yang dimainkan Giwook makin tidak karuan. Nyanyian mereka mulai ambigu. Keonhee muntah-muntah di tempat lain.

“Lo minum berapa teguk, Hee, jadi sampe muntah gitu?” tanya Giwook sambil terus memetik gitarnya.

“Bocah diem!” seru Keonhee sambil memegang kepalanya yang terasa pusing.

Hwanwoong mengambil botol Jack Daniel’s yang sudah kosong dari tangan Yonghoon dan berkata, “Main game aja gimana?”

Game apa?”

“Domino?”

“Catur?”

“Enggrang?”

Hwanwoong menggeleng, “ToD. Truth or Dare. Gimana?”

Truth?! Udah kayak cewek rempong aja pake jujur-jujuran. Dare aja woy!” protes Keonhee. Ia sudah selesai memuntahkan isi perutnya dan berjalan sempoyongan mendekati Hwanwoong.

Semua setuju.

Rules udah pada tau, kan? Tentuin dare nya.”

Semua mengangguk mengerti.

Dare pertama simpel aja. Minta nomor hape orang,” cetus Yonghoon.

“Elah, Bang, gampil bener!” protes Keonhee.

Yonghoon terkekeh, “Gampang? Kampus udah gelap gini mana ada orang? Di sini tantangannya. Cari orang jam segini, nggak peduli gimana caranya dalam lima belas menit harus balik kesini bawa nama sama nomer hp itu orang.” Yonghoon mengambil pulpen dan kertas dari carrier nya, “harus ditulis langsung sama itu orang di kertas ini. Plus kiss mark. Gimana?”

Semua terkejut.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan. Tentu akan sangat sulit mencari manusia semacam itu di kampus ini.

Yonghoon menambahkan, “Bagi yang gagal bakal diiket di pohon keramat kita ini semaleman. Deal?”

“Bang, jangan ngadi-ngadi dong!”

“Gila sumpah!”

“Bangke, bakal jadi santapan kunti!”

Sang Ketua UKM menunggu dalam diam. Menatap puas wajah teman-temannya. Berbagai protes dan keluhan melewati gendang telinganya.

DEAL! CALL!

Yonghoon tersenyum puas. “Oke, putar botolnya.”

Hwanwoong memutar botol whiskey yang sudah kosong itu dengan semangat. Semua tegang menunggu kemana botol itu akan mengarah. Napas tertahan.

Deg!

Botol mengarah pada Youngjo. Semua mengeluh. Playboy RBW kena dare semacam ini? Bagaikan menggali upil di hidung yang sangat amat kotor. Gampil!

TBC

“Oke, sekian rapat proker sekaligus briefing kita buat ngisi acara Sastra Cina. Udah hampir jam delapan. Hati-hati di jalan. Biar aman, mending nebeng atau minta bareng sama anak cowok, ya. Takut ada apa-apa di jalan.” Harin menutup forumnya.

Semua mahasiswa yang tergabung di UKM Seni mulai merenggangkan otot-ototnya. Akhirnya rapat selesai juga. Lee Seoho menyandarkan sebentar punggungnya pada tembok yang ada di belakangnya. Di sebelahnya Geonhak tengah menghisap batang rokoknya tanpa beban. Setelah mengeluarkan asap dari paru-parunya, ia menyengir pada Seoho. Baru sadar akan keberadaan Seoho di sampingnya.

Sorry, Ho.” katanya sambil mengibas-ngibas asap rokok agar tidak melewati wajah manis Seoho.

“Kebiasaan.” tanggap Seoho, wajahnya merengut.

Geonhak tertawa, meminta maaf lagi. “Eh, kamu nggak pulang?”

“Bentar lagi deh, masih rada capek.” cengir Seoho.

“Pulang sama aku aja gimana?” tawar Geonhak.

Hanya dengan sebuah tawaran kecil seperti itu saja membuat Lee Seoho semakin menyukai cowok bertubuh jangkung ini.

“Nggak usah, ngerepotin aja. Aku bisa naik grab,” tolak Seoho halus, tapi dalam hatinya ia berteriak meminta senior tampan itu untuk memaksanya.

“Nggak kok. Kalo ngerepotin ngapain aku nawarin.”

Geonhak tersenyum. Ikut menyandarkan tubuhnya pada tembok seraya memandangi wajah Seoho di sampingnya.

“Abis ini ya,” Geonhak mengangkat tangan kanan yang terdapat sebatang rokok yang diapit oleh jari telunjuk dan tengahnya. “nanggung, dikit lagi abis.” lanjut Geonhak.

“PHP-in Seoho mulu lo, Bang. Kasian.” celetuk salah satu anak Seni sambil cekakakan. Menggoda keduanya.

“Siapa yang PHP? Ya elah… belom saatnya aja,” sahut Geonhak santai. Sedang Seoho rasanya ingin melemparkan botol minum kosong yang ada di sebelahnya pada Kang Hyungu.

“Buru tembak kek, Bang! Cemen,” cibir Dongju menimpali.

Tak!!

Tepat sasaran. Akhirnya Lee Seoho melempar botol minuman itu tepat mengenai kepala Dongju. Sebelum Dongju makin menjahilinya dan juga Kanghyun yang ikut-ikutan menggodanya.

Dongju mengelus-elus kepalanya yang tidak terlalu sakit, “Pantes Bang Geonhak nggak nembak-nembak lo, anaknya kasar gini!” cibirnya.

“Mau lagi?” ancam Seoho.

“Udah yuk, pulang, Ho,” ajak Geonhak setelah mematikan rokoknya dengan senyum geli di wajahnya.

“Eh kunyuk, pulang duluan, ye… jangan ngerjain yang aneh-aneh kalo Sekret sepi,” pamit Geonhak seraya menggoda Dongju dan Kanghyun.

“Pulang dulu, Nyet!” pamit Seoho seraya menjulurkan sedikit lidahnya pada dua temannya.

“Iya cebong!” sahut Kanghyun.

Beberapa menit kemudian cowok berbahu lebar itu sudah selesai mengenakan sepatu Converse hitamnya yang memang agak ribet namun terlihat keren jika dipakai oleh cowok setampan Geonhak. Geonhak berjalan lebih dulu. Seoho mengekori di belakang. Diam-diam pipi Seoho merona. Untung saja langit sudah gelap jadi tidak seorang pun yang akan mengetahui perubahan pada pipinya.

Hening.

Jarak dari ruang Sekret Seni menuju parkiran lumayan jauh. Perjalanan terasa sangat canggung. Namun Geonhak tiba-tiba berhenti melangkah, membuat Seoho hampir menabrak punggungnya.

“Kenapa?” tanya Seoho.

Geonhak mendekat, menghampiri Seoho, “Sini, ngapain jalan di belakang?”

Geonhak langsung menarik pergelangan tangan Seoho. Pergelangan tangannya digenggam oleh Geonhak. Seoho merasakan jantungnya makin berdetak abnormal.

Andaikan saja, Geonhak adalah pacarnya, mungkin Seoho sudah bergelayutan manja pada cowok tampan ini. Sayangnya tidak. Miris.

Cahaya remang-remang lampu menyapa mereka begitu sampai di parkiran. Mobil jenis SUV keluaran terbaru dari Jepang berwarna putih terparkir di ujung parkiran. Hanya tersisa Toyota Grand Fortuner putih itu saja di sana.

Geonhak melepas tautan jarinya pada Seoho. Ia merogoh kantong jeans-nya. Keningnya mengerut menyadari tidak menemukan sesuatu yang ia cari.

Seoho diam saja. Bingung. Ia tidak terlalu peduli dengan apa yang Geonhak cari. Ia hanya memikirkan bagaimana caranya menetralkan detakan abnormal di dadanya.

Beralih dari kantong celana, Geonhak merogoh kantong kemejanya. Nihil. ia membuka tasnya, hasilnya sama. Tidak ada. Geonhak tidak dapat menemukan apa yang ia cari.

“Kayaknya kunciku ketinggalan di Sekret deh,” kata Geonhak.

“Ya udah bang, ambil aja. Aku tunggu di sini aja, ya? Udah capek banget mau ikut balik ke Sekret lagi.”

“Yakin? Nggak mau ikut, nih?” tanya Geonhak lagi.

Seoho menggeleng pelan. “Nggak bang, di sini aja.”

“Ya udah, tunggu ya, nggak lama kok, oke?”

Seoho mengangguk.

Geonhak segera pergi ke arah gedung UKM. Tak lama punggung cowok yang ditaksir oleh Seoho itu menghilang, berbelok ke kiri menuju Lobby D, lalu ke ruang UKM.

Tinggal Seoho sendiri. Kini Lee Seoho memilih memainkan ponselnya, melanjutkan permainan tanam shopeenya. Seoho bersandar pada SUV putih milik Geonhak. Ia meniup-niup udara dari mulutnya, pertanda bosan. Hampir sepuluh menit dan Geonhak tak kunjung datang.

Merasa ada yang aneh, Lee Seoho menoleh ke kanan dan mendengar suara dua orang yang berjalan menuju ke arahnya. Ia mulai was-was. Dalam pencahayaan yang remang, ia memicingkan mata. Dan benar, ia mendapati dua orang laki-laki yang asyik mengobrol berjalan ke arahnya. Oh, mereka juga manusia. Seoho menghela napas lega. Tak mau berpikir negatif, Seoho kembali memainkan ponselnya. Paling mahasiswa UKM lain yang cuma numpang lewat. Toh ini juga jalan umum menuju gerbang kampus.

-cccCCccc-

Lee Keonhee meremas dan melempar beanie-nya ke matras ketika botol berhenti berputar dan mengarah pada Kim Youngjo. Reaksinya tersebut beriringan dengan berbagai keluhan dan protes dari para tetua Mapala lainnya.

Mereka tidak terima jika dare atau tantangan yang bagi mereka sangat mudah ini dilimpahkan pada Kim Youngjo.

Youngjo mengangkat kedua bahunya dan berkata dengan tawanya. “Lo semua kenapa protes? Ini bukan maunya gue. Ini maunya si botol.”

“Nggak, nggak bisa! Dare ini nggak sah! Batal! Bang, ini cunguk udah keseringan main, masa dia yang dapet dare ini? Kasih kesempatan lah buat yang jomblo,” protes Keonhee pada Yonghoon.

Youngjo terkekeh seraya mengembuskan asap pembakaran tembakau dari paru-parunya. “Gue juga jomblo, Nyet!”

“Tapi lo udah sering main!” Hwanwoong menimpali.

Tentu saja para tetua Mapala ini protes, Kim Youngjo memang terkenal sebagai playboy cap kadal somplak RBW. Manusia mana yang tidak mengenal Kim Youngjo yang tampan dan seksinya tidak tertolong itu? Kim Youngjo adalah impian bagi semua orang. Kim Youngjo mempunyai garis wajah rupawan. Matanya bulat dan tatapan seksi yang mampu membuat manusia manapun memelas, memohon, mengemis untuk disentuh. Tubuhnya atletis, namun ramping dan berotot. Sungguh mampu memanjakan hasrat hanya dengan melihatnya. Belum lagi suaranya yang lembut dan seksi itu. Tidak terkesan berat seperti pria pada umumnya, namun ia mempunyai gentle tune yang mampu membuat kita eargasm hanya dengan mendengarnya.

Yonghoon berdeham menenangkan keadaan. Wajar saja emosi mereka cepat tersulut karena pengaruh alkohol dengan kadar tinggi telah mendominasi tubuh mereka. Dengan santai Yonghoon membuka mini carrier-nya dan mengeluarkan beberapa kaleng bir. Senjata ampuh untuk menenangkan monyet-monyet liar. Semua mata terfokus pada bir-bir itu.

“Duduk-duduk! Sabar, Nyet! Elah, semua kebagian, lo semua tenang aja.” cegahnya.

Semua kembali duduk dengan kecewa.

“Gue nggak bawa banyak. Kayak biasa, dibagi, biar semua kebagian.” kata Yonghoon seraya mendistribusikan bir-bir dalam tasnya.

Dare tetep Youngjo yang kena. Kita harus sportif dong.” putus Yonghoon.

Anehnya setelah para senior Mapala itu kini tidak terlalu peduli dengan dare yang baru saja mereka debatkan. Mereka malah asyik membagi kaleng-kaleng bir gratisan dari ketua mereka.

“Kampret.” kekeh Yonghoon. Ia hanya dapat menggelengkan kepalanya, maklum.

“Ya udah sono berangkat, Nyet. Ngapain bengong di sono?” usir Hwanwoong pada Youngjo.

Kali ini justru Kim Youngjo yang protes. “Bagi gue juga, kampret.”

Yonghoon melempar salah satu kaleng bir yang ada di tangannya beserta kertas dan pulpen yang akan menjadi bukti pelunasan tantangan itu pada Youngjo dan berkata, “Udah sana kerjain dare-nya.”

Mendengar perintah dari ketum, Youngjo dengan berat hati beranjak dari tempat duduknya. Ia menghela napas pasrah. Saat Youngjo hendak melangkahkan kakinya, ia mendengar seseorang memanggilnya. “Jo, gue ikut!” orang itu adalah Keonhee. “Gue ikut, Jo. Sekalian ngawasin dia biar nggak curang.”

Yonghoon mengibas-ngibaskan tangannya seraya menenggak langsung bir dari bibir kalengnya. Mengusir kedua juniornya tanpa kata. Keonhee segera merangkul Youngjo dan menyeretnya menjauh dari perkumpulan pemuja pohon besar itu.

“Lo ngapain ikut gue?” tanya Youngjo seraya menyeret kakinya yang terasa berat dari keadaan normalnya.

Keonhee memegangi perutnya dan menjawab. “Mules, gue kebelet boker.”

Mereka berbelok ke kanan dan langsung mendapati parkiran gedung UKM yang sudah sangat sepi. Hanya ada mobil SUV putih yang masih terparkir di ujung sana.

Langkah Keonhee dan Youngjo terhenti ketika melihat sesosok manusia sedang bersandar pada mobil yang terparkir di ujung sana. Dari pandangan mereka yang agak samar dapat dipastikan sosok itu sedang memainkan ponselnya. Keonhee sumringah. Youngjo mengangkat bahunya.

“Rejeki lo, Nyet! Udah sono samperin! Aduh, udah di ujung, gue cabut bentar, ya! Good luck!” Keonhee menepuk-nepuk bahu Youngjo dan pergi menuju UKM untuk mencari toilet.

Sepeninggal Keonhee, Youngjo menghela napas. Ia menyeret kakinya mendekati SUV yang berjarak tidak jauh dari tempatnya berdiri. Matanya agak kabur dan samar, ia mengerjap-ngerjapkan matanya. Youngjo menampar wajahnya sekali. Membuat matanya benar-benar melek.

“Hai.” Sapa Youngjo saat ia sudah berdiri dengan jarak tiga meter dari keberadaan sosok itu. Ia memasukkan jemarinya ke saku jeans nya.

Sapaan dari suara lembut Kim Youngjo membuat sosok yang ternyata sedang main tanam shopee itu menoleh dan menatap Youngjo curiga.

“Lo sendirian?” Tanya Youngjo basa-basi. Astaga, kepalanya serasa berputar. Jangan, ia tidak boleh tipsy pada saat melaksanakan dare nya.

Sosok di hadapannya itu tidak menghiraukannya. Ia justru kembali terfokus pada game di ponselnya.

Demi alien bernama Yeo Hwanwoong yang idiot. Sungguh Youngjo tidak habis pikir. Sejauh ini ia tidak pernah dihiraukan oleh makhluk manapun. Walau Youngjo sedang tipsy, namun ia yakin bahwa sosok di hadapannya itu tidak menggubrisnya sama sekali.

“Sendirian aja? Nggak takut?” Youngjo terus berupaya memancing.

Youngjo melangkah mendekat dengan kedua tangannya yang masih disembunyikan di saku celana. Sosok itu rupanya menyadari ketika tubuh Youngjo ikut bersandar persis di samping tubuhnya.

“Ma-mau apa lo? Pergi nggak! Atau nggak gue teriak.” ancamnya semakin takut.

Youngjo menyeringai. “Teriak aja, toh gue cuman mau nanya-nanya sama lo.” ucap Youngjo sambil menyisir rambutnya ke belakang.

Youngjo membasahi bibirnya yang… oh sungguh sensual itu. Semua orang pasti akan tergila-gila dan berteriak histeris jika menyaksikan apa yang baru saja Youngjo lakukan.

“Gini.” Youngjo sudah bosan untuk berbasa-basi. “gue cuma mau minta nomor hape lo. Tapi nggak usah ke ge-eran. Gue cuma dapet tantangan dare dari anak-anak. Bisa bantuin gue?” jelas Youngjo to the point.

“Lo mabuk? Pergi nggak lo!” usirnya yang masih belum diketahui namanya.

“Nggak usah sok jual mahal! Gue ini Kim Youngjo, harusnya lo bersyukur bisa gue samperin kayak gini.” Youngjo menunduk sedikit, membuat wajah mereka sejajar.

Sumpah, cuma manusia ini. Cuma manusia ini yang menolak godaan Youngjo bahkan mengusirnya dengan gelagat tidak suka. Seorang Kim Youngjo yang super seksi dan dikenal sebagai manwhire nya RBW karena jam terbang seksnya yang tidak kalah hectic.

“Pergi!” Ia mengibaskan kedua tangannya, mengusir Youngjo layaknya mengusir seekor anjing. Youngjo semakin tertarik, ia makin mendekat dan….

Plak!

Tangan sosok itu tiba-tiba mendarat di tempat yang salah. Benar, niat awalnya— yang menurut Youngjo berwajah biasa itu—mengusirnya. Tanpa disengaja, tangan sosok di hadapannya justru mengenai bagian tubuh yang tak seharusnya.

Youngjo merasakan tegangan listrik pada tubuhnya setelah merasakan sentuhan itu. Ia menatap wajah sosok di hadapannya yang kini tengah syok dengan apa yang telah diperbuat. Jujur saja, walau wajah sosok itu biasa saja, garis tubuhnya sangat luar biasa. Perfect. Ditambah lagi Youngjo sedang tipsy dengan akal sehat yang dangkal. Youngjo tidak bisa menahan libidonya yang naik seketika.

“Ini salah lo!”

“Ap—mmmhh!”

Tanpa disangka, Youngjo menyerang sosok di hadapannya itu. Ia melumat bibir itu dengan penuh nafsu dan gairah Youngjo melangkah maju hingga membuat tubuh keduanya tertekan ke mobil putih dan kepalanya terbentur. Sakit, tentu saja. Sosok itu memukul Youngjo dengan kekuatan penuh. Ia memekik disela-sela lumatan lembut dari Youngjo. Berteriak minta tolong namun suaranya tertahan ketika ia membuka mulut dan Youngjo mengambil kesempatan itu untuk menyerang dan melumatnya lebih ganas.

Terganggu oleh pukulan-pukulan lemah yang dilakukan sebagai perlawanan. Youngjo mencegat kedua tangan itu ke atas kepala sosok di hadapannya itu. Kuncian tangan Youngjo membuat ponsel sosok itu jatuh ke tanah. Ciuman ganasnya masih berlangsung bahkan semakin intens.

“Mmmmpphh-”

Tubuhnya menggeliat, mencoba melepaskan tangannya yang masih dikunci oleh Youngjo. Nihil, semua upaya yang dilakukan itu sia-sia.

Mendapat perlawanan seperti itu, entah mengapa Youngjo justru semakin tertantang untuk melakukan lebih. Tangan Youngjo mulai menyentuh kulit perut sosok di hadapannya yang meronta di balik ciuman dan kecupan kasarnya. Namun, seketika semua itu berhenti. Youngjo merasakan getaran pada bibir yang sedang dicumbunya itu. Lemah dan pasrah. Dalam keadaan setengah sadar, Youngjo menyadari bahwa tubuh sosok di hadapannya itu bergetar, seperti menahan sesuatu.

Bodoh! Ia baru sadar bahwa dia hampir memperkosa manusia ini. Tidak! Ini bukan Kim Youngjo. Kim Youngjo tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Ini adalah satu tindakan bodoh. Seorang Kim Youngjo tidak pernah se desperate ini. Ia tidak pernah mengalami gairah yang dirasakan sepihak.

Youngjo melepas tautan bibirnya dengan satu kecupan lembut. Kecupan penutup sebagai tanda rasa penyesalannya. Ia melepas cengkeraman tangan kanannya yang sangat kuat dan sukses membuat pergelangan sosok di hadapannya itu merah dan sakit. Sekali lagi, ini adalah pelecehan.

Sorry, gue—”

Dukkk!!

“Argghh!!”

Youngjo teriak kesakitan. Belum sempat menyatakan permintaan maafnya. Sosok itu mengambil kesempatan menendang aset utama Youngjo yang sudah mengeras sedari tadi sebelum pergi kabur dari Kim Youngjo.

“Goblok!” umpat Youngjo pada dirinya sendiri.

TBC

Notes: fotonya suka error, diklik aja linknya yaa, happy reading:)

Rasa ngilu di selangkangannya sudah mulai pudar, namun Kim Youngjo hanya mampu bersandar pasrah pada mobil SUV putih yang menjadi salah satu saksi pelecehan yang ia lakukan tadi.

Bagaimana bisa seorang Kim Youngjo bisa kehilangan kendali? Seorang Kim Youngjo tidak pernah tersesat oleh hasrat sedahsyat itu, apalagi sepihak. Kim Youngjo selalu mampu mengendalikan gairahnya. Bahkan saat mantan-mantan kekasihnya ataupun cewek-cewek yang pernah berkencan dengannya melakukan striptease di hadapannya dan mengemis untuk disentuh. He always sober-minded, selalu bisa mengontrol dirinya sendiri bahkan saat keadaan dia sedang tipsy.

Kim Youngjo mengacak rambutnya kasar. Benci sekaligus jijik dengan dirinya sendiri. Apakah mungkin hasrat itu datang karena ia sudah lama tidak making out dengan salah satu dari sekian banyak cewek yang selalu menghubunginya? Tolol, tentu saja tidak. Akhir-akhir ini Youngjo selalu menyibukkan dirinya dengan memadatkan jadwal tracking-nya di akhir pekan dan terkadang rock climb bersama Jin Yonghoon dan Lee Keonhee.

Terenyuh, Youngjo mengedarkan pandangan matanya di keremangan lokasi parkir gedung UKM RBW. Dari taburan bintang yang juga telah menjadi saksi dosa yang ia perbuat hingga tanah yang ia pijak. Fokus matanya terhenti ketika ia mendapati sebuah ponsel iPhone 7 berwarna putih yang mati. Terdapat sedikit goresan tipis pada layarnya. Jelas ini adalah ponsel milik sosok tadi yang telah menjadi korban pelecehan sang playboy RBW.

Youngjo membersihkan pasir yang menempel di sana. Menyapu permukaan layar dengan telapak tangannya yang kasar. Ketika ia akan menyalakan kembali ponsel itu, ia mendengar namanya dipanggil oleh seseorang.

“Jo, udah?”

Ternyata Lee Keonhee. Rupanya ia sudah menuntaskan panggilan alamnya.

Youngjo mengangkat bahunya ragu. “Mungkin udah, tapi kayaknya gue gagal.”

Dahi Keonhee mengerut. “Maksud lo?”

“Soalnya tadi—”

Sorry, misi tadi lihat ada orang di sini nggak?”

Kalimat Youngjo terpotong saat mendengar pertanyaan itu. Ia dan Keonhee serentak menoleh ke sumber suara. Berdiri seorang cowok bertubuh tinggi dan berbahu lebar. Apakah mungkin ini pacar dari sosok yang baru saja Youngjo gerayangi? Sial!

“Nggak, kita nggak lihat siapa-siapa di sini.” Sergah Youngjo kilat.

Ekspresi kecewa dari wajah cowok itu tak terlewatkan oleh mata Youngjo. Mampuslah dia. Sebagai antisipasi, Youngjo segera merangkul Keonhee dan beranjak tanpa berbicara sepatah kata pun sambil memasukkan ponsel sosok tadi ke dalam saku celananya.

Saat sudah berjalan agak jauh dari tempat, Youngjo diam-diam menoleh ke arah belakang. Penasaran dengan cowok yang ternyata adalah pemilik mobil putih itu. Sambil terus melangkah, Youngjo menyaksikan bagaimana frustasi dan bingungnya cowok berbahu lebar itu. Ia terus mencoba menghubungi sosok itu dengan gairah yang membludak. Tak lama ia masuk ke dalam mobil, lalu membanting pintu kemudian menyetir mobilnya, menjauh dari parkiran.

“Lo apaan sih?!”

Keonhee menggedikkan bahunya. Memaksa Youngjo melepas rangkulannya. Setelah mobil itu menjauh dari tempat parkir, Youngjo kemudian melepas rangkulannya dan menghela napas lega. Seakan ia baru saja sukses mengeluarkan feses yang menumpuk pada anusnya. Benar-benar lega.

“Gimana?! Mana hasil dare-nya?!” Tagih Hwanwoong saat Youngjo berdiri kaku di sampingnya.

Keonhee duduk di samping Hwanwoong dan mengambil kaleng bir yang masih tersisa sedikit. “Namanya Kim Youngjo, jelas dia dapet lah, ya nggak, Jo?”

Youngjo bergeming. Ia diam membatu berdiri di samping Yonghoon.

Hwanwoong mengulurkan tangannya dan menagih, “Mana kertasnya coba gue lihat.”

Si playboy masih terdiam. Otaknya yang sudah mulai bekerja tidak normal, terus menerus membuatnya teringat akan lekuk indah tubuh dan betapa manisnya bibir sosok tadi yang dua puluh menit lalu ia zalimi.

“Woy, Jo!”

Youngjo tersentak kaget. Semua mata tertuju padanya. Para tetua Mapala itu menatapnya dengan tatapan menyelidik. Youngjo gelagapan. Ia segera merogoh saku celananya dan mengambil secarik kertas kosong beserta pulpennya.

“Apaan nih?!”

“Jo, lo gagal?”

“Lah, bukannya jelas-jelas tadi lo samperin?”

“Bang Yonghoon, gimana nih?”

Semua mata kaum musyrik itu kini tertuju pada Ketum Mapala yang senyam-senyum seru sambil mengetik sesuatu pada layar ponselnya. Tanpa mengalihkan fokusnya, Jin Yonghoon menyahut dengan logat mabuknya yang makin berat, “Ikat!”

Giwook segera melepaskan gitarnya, Hwanwoong menghempas kartu domino yang ada di tangannya, lalu mengambil tali Kernmantle dan menggantungnya di bahu. Mereka bersiap menyeret Youngjo ke Ficus benjamina.

“Bentar! Bang, Bang, bentar dulu! Gue emang nggak dapet nomer hape sama kiss mark nya, tapi gue dapet hapenya!” Cegat Youngjo.

Yonghoon terbahak. Akhirnya ia mengalihkan fokusnya pada ponsel dan berkata, “Jo, gue bilang kan minta nomor hape sama kiss mark, bukan nyolong hape itu orang. Udah, ikat dia!”

“Siap, laksanakan!”

Giwook dan Hwanwoong berseru bersamaan seraya memberi hormat pada Yonghoon. Mereka menyeret Youngjo seakan cowok itu adalah pelaku curanmor. Salah, seharusnya pelaku pelecehan seksual karena ia memaksanya untuk make out.

“Bang, paling nggak kasih kompensasi lah! Gue kan bawa bukti kalo gue ketemu itu orang di kampus dan sempet ngobrol sama dia!” Seru Youngjo membela diri.

Tanpa pikir panjang Yonghoon memutuskan, “Oke, lo diikat dua jam.”

Youngjo dengan pasrah mengikuti antek-antek perkumpulan pemuja pohon besar. Ketika Giwook menyuruhnya bersandar pada pohon itu, Youngjo meminta, “Jangan ikat tangan gue. Kaki sama badan aja cukup. Gue nggak bisa angkat telepon atau balas chat kalo tangan diiket.”

“Iyeee…”

Hwanwoong mulai menurunkan tali Kernmantle pada bahunya dan mengelilingi batang pohon berdiameter lebih dari satu meter itu.

Seusai mengikat Youngjo, mereka kembali ke tempat masing-masing. Membiarkan cowok itu menjadi santapan nyamuk dan calon korban kunti. Sial, rasa pening akibat mabuk di kepala Youngjo berubah menjadi fase kantuk. Biasanya setelah menenggak alkohol dan bernyanyi semalaman suntuk di atas puncak, Kim Youngjo selalu tertidur dengan sangat pulas.

Ah, Youngjo tiba-tiba teringat akan ponsel yang ada di genggaman tangannya sedari tadi. Ia menyalakan ponsel itu dan disambut oleh foto yang ternyata lumayan…manis dan super cute. Puluhan chat dari berbagai aplikasi, bahkan missed call menyeruak masuk memenuhi notifikasi. Untunglah ponsel itu tidak menggunakan password atau semacamnya. Dengan segala rasa ingin tahu, Youngjo mulai membuka seluruh aplikasi yang ada di ponsel yang ternyata bernama Lee Seoho.

-cccCCccc-

Tak bisa dipungkiri lagi, ketakutan itu terus menggerogoti batin Seoho. Itulah yang dirasakan Lee Seoho saat ini. Setelah kejadian buruk beberapa saat lalu, Seoho memutuskan untuk pergi dari kampus tanpa menunggu Geonhak. Justru ia menyesali keputusannya untuk menunggu Geonhak di parkiran yang sepi dan gelap. Ia pulang menggunakan grab untuk pulang ke kosnya. Sepanjang jalan pikirannya benar-benar kosong.

Kini Lee Seoho meringkuk di balik selimut, mengusap bibirnya dengan kasar. Seolah ada racun yang menempel di bibirnya. Pikirannya terus bergelayut tentang kejadian di kampus tadi, bagaimana cowok itu menyentuh kulit bagian dalamnya yang selalu tertutup pakaian yang tak pernah terekspos.

“Kenapa harus gue yang diperlakuin kayak gini?!” Seoho bergumam tak terima seraya terus mengusap bibirnya yang telah dicumbu kasar oleh cowok yang tidak ia kenal.

Memang benar bagi Lee Seoho ini bukanlah ciuman pertamanya, namun ia tidak pernah menyangka akan merasakan ciuman sekasar itu. Apalagi bersama orang yang bahkan tidak pernah ia temui. Bukan hanya mencium, melumat, dan menggigit bibirnya, namun cowok itu benar-benar menginvasi tiap sudut mulut dan lidahnya. Ia merasa sungguh ternodai. Kotor. Lebih kotor dan menjijikkan daripada tercebur di got ataupun jamban sekalipun.

Bayangan kejadian itu terus berputar. Bentuk pelecehan yang dapat membuatnya mengalami trauma hebat seumur hidupnya. Terlebih lagi, Lee Seoho hanya tinggal sendiri di sini. Ia tidak mungkin menceritakan pada orang tuanya, bisa-bisa ia akan diseret pulang dan kuliahnya terhenti.

Seoho menggigit bibirnya hingga terasa sakit. Yang telah terjadi biarkan berlalu. Lebih baik Lee Seoho menjadikan peristiwa itu sebagai sebuah pelajaran agar ia lebih hati-hati.

Lee Seoho beranjak dari ranjangnya menuju ke kamar mandi. Membersihkan dirinya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Bersamaan dengan air yang membasahi tubuhnya, ia teringat bagaimana bibir lembut cowok yang sesungguhnya sangat seksi itu mengecupnya. Terlalu panas, terlalu kasar. Jika saja cowok yang menyerangnya itu tidak mabuk dan ya—minimal kenal dengannya, mungkin Seoho akan membalas ciuman itu. Aroma alkohol bercampur rokok dari mulut pria itu masih melekat di otaknya. Mengingat sesungguhnya cowok yang entah siapa namanya—itu mempunyai perawakan yang gagah, seksi dan wajah yang tampan. Mungkin saja—Seoho akan menyukainya.

Fakta berkata lain. Di balik itu semua, Seoho tetap mengutuk cowok itu beserta perbuatannya, pelecehannya, dan ciuman kasar-dahsyatnya itu.

-cccCCccc-

Kanghyun tak mampu memfokuskan mata dan otaknya untuk penjelasan yang diterangkan oleh Pak Dosen berkepala botak di depan. Ia terus melirik Lee Seoho yang duduk tepat di sebelahnya. Biasanya disaat mata kuliah dimulai, Lee Seoho selalu membuat lelucon dan memperolok Pak Dosen botak galak ini. Namun entahlah, hari ini teman satunya itu terlihat murung dan tak banyak bicara. Bahkan Kanghyun yakin diamnya Lee Seoho bukan karena tengah fokus pada materi yang diterangkan oleh Dosen Ekonomi mikro itu.

Kanghyun merasa bibirnya gatal ingin menanyakan penyebab murungnya temannya itu. Hal ini benar-benar mengganggu konsentrasinya. Ditambah dengan beberapa hal yang sungguh membuatnya seperti telah mati penasaran.

“Baik, minggu depan kumpulkan tugas resume dari lima jurnal mengenai fungsi demand.” Pak Dosen botak itu menutup laptopnya seraya mencabut kabel yang terhubung pada proyektor. “Sekian kuliah hari ini. Selamat siang.”

Kanghyun menghela napas lega setelah mata kuliah telah usai.

“Gue balik dulu ya.” Pamit Seoho tanpa menoleh pada Kanghyun. Ia merapikan buku Ekonomi Mikro beserta buku catatannya dan memasukkan ke dalam tas.

“Eh, Ho, tunggu!”

Kanghyun segera mencegah kepergian Seoho dari kelas. Seoho menoleh malas padanya. “Gue mau nanya sama lo.”

Seoho menaikkan satu alisnya dan menyedekapkan kedua tangannya sebagai pertanda bahwa ia menunggu pertanyaan dari mulut Kanghyun.

“Lo… ada hubungan apa sama anak FT?” Tanya Kanghyun membuat Seoho kebingungan.

“Hah?”

“Anak FT Arsitektur.”

“Maksud lo apa, Kanghyun?”

“Kok jadi lo yang nanya balik? Lo ada hubungan apa sama Kim Youngjo?” Kanghyun mulai tak sabar.

Kening Seoho semakin berkerut. “Kim Youngjo? Gue nggak ngerti maksud lo.”

“Jangan nyoba ngibul deh, Ho. Buktinya kemaren lo post di IG sama snapgram tentang Youngjo.” Cecar Kanghyun yang amat penasaran.

Sumpah demi apapun Lee Seoho tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan oleh Kanghyun. Pasalnya ia sendiri sangat jarang membuka berbagai macam aplikasi yang terpasang pada ponselnya itu.

“Kanghyun, serius gue nggak ngerti apa maksud lo dan gue juga nggak kenal sama anak FT yang lo sebut itu.”

“Serius, Ho?” Kanghyun terkekeh sinis, “Lo liat sendiri deh IG lo.” Kata Kanghyun sambil membukakan aplikasi yang selalu ia buka itu pada Seoho.

Mata Seoho seketika melebar ketika Kanghyun memperlihatkan salah satu foto yang terposting pada akun miliknya.

![image] (https://i.imgur.com/JGYryFd.jpg)

“Astaga! Hape! Hape gue!”

Rasa panik menyerang dirinya setelah ia menyadari bahwa sejak semalaman ia tidak menyentuh ponselnya sama sekali.

“Kenapa hape lo?”

Seoho meringis. Sial sekali, sudah mendapatkan pelecehan, ponselnya pun ikut raib. Ia yakin bahwa ponselnya pasti sudah hilang di parkiran tadi malam.

“Ho, lo nggak apa-apa, kan?” Tanya Kanghyun memastikan.

“Hape gue hilang semalem.”

“Hah? Kok bisa?”

Seoho mengangkat bahunya, malas menjawab dan menjelaskan peristiwa yang telah ia alami tadi malam. Mengingat kejadian itu sungguh membuatnya ingin menendang wajah bajingan itu. Seoho harap ia tidak akan bertemu dengannya lagi, cukup malam itu beserta traumanya yang diberikan padanya.

“Balik aja deh, yuk.” Ajak Kanghyun untuk keluar kelas.

Keadaan luar kelas masih ramai. Tentu saja karena sebentar lagi mahasiswa tingkat bawah akan menggunakan kelas ini. Lee Seoho menyusuri koridor panjang di lantai dua menuju tangga. Diekori oleh Kanghyun yang memanggilnya.

“Ho! Snapgram lo kok update?!”

Seoho syok setengah mati. Bahkan ia tidak memegang ponselnya sekalipun.

“Hah?!”

Seoho mengurungkan niatnya menuruni anak tangga. Kanghyun menampilkan layar ponselnya pada Seoho.

WTF??!!

Siapa cowok ini??!!

“Serius deh, lo ada hubungan apa sama Kim Youngjo?”

Seoho syok. Wajah cowok itu sangat familiar. Jangan bilang—

“Lee Seoho!”

Seoho mendengar seseorang memanggil namanya. Suara cowok. Suara yang benar-benar gentle dan seketika membuat mimpi buruknya semalam bangkit dari dalam benaknya. Seoho menoleh dengan tatapan mata yang tersirat penuh dengan ketakutan.

Cowok itu— Kim Youngjo.

TBC

Mangkir. Kim Youngjo sengaja absen dari mata kuliah Studio Perancangan Arsitektur yang membuatnya mual setengah mati. Lalu bagaimana dengan tugasnya? Tenang saja, Kim Youngjo sudah selesai dengan remasan kertasnya yang telah ia yakini memenuhi elemen estetika dasar.

Lagipula Youngjo malas menghadiri kelas mata kuliah itu. Tugasnya aneh-aneh, ditambah lagi pemandangan Pak Dosen yang tidak memanjakan mata. Bukannya mendapat ilmu yang berguna sedikit, justru mata Youngjo yang belekan.

Mobil Jeep berwarna hitam metaliknya memasuki Lobby A dan berbelok ke salah satu fakultas terbesar di Kampus RBW. Fakultas Ekonomi atau disingkat FE. Youngjo memutar setirnya dengan lihai, memarkirkan mobilnya di sebelah bis fakultas yang tak jauh dari gerbang kampus. Setelah beres memarkirkan mobil, ia pun turun dan disambut oleh tatapan puluhan mahasiswa yang lalu lalang di area parkir FE.

Tentu saja Youngjo mendapat berbagai macam reaksi, misalnya tatapan takjub, bisik-bisik tetangga, bahkan pekikan cewek-cewek yang fangirling.

Hampir seluruh penghuni RBW mengetahui bahwa Kim Youngjo adalah mahasiswa FT Teknik Arsitektur. Ditambah lagi RBW tidak ada yang memakai mobil sangar seperti miliknya. Hanya ada dua mahasiswa pengguna mobil jenis SUV adventure ini, yaitu Jin Yonghoon dan dirinya. Bedanya, Jeep milik Ketum Mapala yang berkulit putih pucat itu berwarna putih, berjenis Wrangler Sport dan selalu becek karena sering diajak trail. Sedangkan miliknya berwarna hitam metalik berjenis Wrangler Rubicorn yang selalu mengilap dan licin karena lebih sering dimandikan.

Youngjo melangkah pasti memasuki area kampus FE lebih dalam. Ia membenarkan letak Viktor & Rolf black shades yang bertengger di hidungnya, membuat pandangannya agak redup dan mengurangi intensitas cahaya yang masuk ke matanya. Ini bukan pertama kalinya ia berkunjung ke FE. Youngjo mempunyai banyak sekali teman yang rata-rata sejenis dengannya, tenar.

Youngjo membawa kakinya yang terbungkus Air Jordan Retro putih menuju tangga utama seraya merogoh ponselnya dari saku ripped jeans. Menaiki tangga dengan attitude cuek dan mencari kontak salah satu teman pada ponselnya, lalu menempelkannya pada telinga, sambungan terhubung.

“Seungwoo, gue lagi di FE nih, lo dimana?….. di tangga, lo ke BEM?….. gue tunggu di sana ya, udah janjian juga sama yang lain…… oke, sip!”

Kemudian ia mematikan sambungan teleponnya. Sebenarnya tujuan utama Kim Youngjo ke FE bukanlah untuk bertemu dengan teman-teman SMA-nya. Melainkan ada hal yang lebih penting, yakni menemui Lee Seoho yang tidak lain adalah korban pelecehan yang ia lakukan tadi malam sekaligus pemilik ponsel yang ada di saku celananya. Semalam, saat ia terbangun dari tidurnya yang tak nyenyak, Youngjo memutuskan untuk segera menemui sosok itu yang ternyata lebih manis dari dugaannya. Ia ingin meminta maaf atas perbuatan bejatnya. Rasa bersalah semakin dalam ketika ia membongkar isi ponsel itu.

Tapi sumpah, tadi malam menurut Youngjo, Lee Seoho mempunyai wajah yang biasa-biasa saja. Saat ia mengobrak-abrik isi ponsel Lee Seoho, ia akui Seoho benar-benar…..seksi.

How could someone be so cute and so freaking hot at the same time?

Seraya menaiki tangga, otak Youngjo yang sudah terlalu sering bermain di got memunculkan ide gilanya lagi. Ia segera merogoh saku celananya dan mulai melaksanakan tugas yang diberikan oleh kepalanya. Ia membuka galeri foto pada ponsel Lee Seoho dan memposting foto dirinya yang ia lakukan tadi malam. Yah, hitung-hitung sebagai kenang-kenangan darinya.

Posted.

Youngjo tersenyum puas setelah menyebarkan fotonya di akun snapgram Lee Seoho. Ia terkekeh sendiri. Selesai dengan cinderamatanya, Youngjo memasukkan ponsel itu ke sakunya.

Tiba di lantai dua, Youngjo berbelok ke kanan menuju ruang BEM FE. Namun langkahnya melambat dan secara perlahan terhenti ketika melihat sosok yang akan ia temui tengah mengobrol dengan temannya.

Youngjo mendengar dengan jelas kalimat tanya yang dilontarkan oleh teman Lee Seoho.

“Serius deh, Ho. Lo ada hubungan apa sama Kim Youngjo?”

Oh, rupanya mereka sedang membicarakan dirinya. Sudut bibir Youngjo tertarik, membuat senyuman yang sungguh menyebalkan. Youngjo bersandar di tembok seraya memperhatikan tanggapan Seoho. Merasa kasihan pada sosok berlekuk tubuh menawan itu, Youngjo menginterupsi obrolan mereka dengan memanggilnya.

“Lee Seoho!” Panggilnya.

Kedua sosok itu menoleh secara bersamaan. Tersirat rasa takut dan benci pada sorot mata yang Youngjo terima dari Lee Seoho. Tatapan trauma sekaligus hasrat ingin membunuh Kim Youngjo saat itu juga. Menyadari hal itu, cowok berambut dark brown itu melangkah mendekati Lee Seoho.

Niatnya mendekati Seoho tertunda tatkala Seoho justru menarik temannya dan berjalan menuruni tangga untuk mencoba kabur, dan Youngjo tersadar saat Seoho dan temannya sudah menuruni tangga secepat kilat.

“Ho, Seoho!” Pekik Kanghyun seraya menyeimbangi langkah kaki Seoho dengan sangat terburu-buru. “Itu tadi Kim Youngjo, Ho!”

Seoho diam saja. Ya Tuhan, dia tidak ingin melihat wajah cowok itu. Yang ada di pikirannya adalah kabur dan keluar dari kampus sebelum Kim Youngjo mencegatnya.

Kanghyun ngos-ngosan. Detak jantungnya menjadi dua kali lebih cepat ketika mereka sudah berada di lantai dasar. Ia dapat merasakan keringat dingin dari telapak tangan Seoho yang menggenggam pergelangan tangannya dengan erat.

“Lee Seoho!”

Kanghyun menoleh. Kim Youngjo sudah berada di belakangnya. Sumpah demi apapun, Kanghyun sangat kebingungan. Yang ada di benaknya adalah berbagai pertanyaan tentang apa yang tengah terjadi sekarang.

Ada hubungan apa Lee Seoho dan Kim Youngjo?

Kanghyun merasakan tubuhnya limbung dan hampir saja terjatuh saat genggaman Seoho lepas dari pergelangan tangannya. Ternyata Kim Youngjo sudah menyusul mereka dan menarik tubuh Seoho hingga langkah cepatnya itu terhenti mendadak dan hampir terjatuh. Untungnya Youngjo segera menangkap kedua bahu Seoho dan menyeimbangkan tubuh Seoho.

“Lo mau apa lagi?! Lepasin nggak?!”

Teriakan itu membuat lautan mahasiswa FE yang berkeliaran di halaman kampus terfokus pada mereka bertiga. Kanghyun diam saja, dan memilih mundur beberapa langkah dari tempatnya berdiri.

“Seoho, aku minta maaf…”

Seoho menepis cengkeraman kedua tangan Youngjo dari bahunya. Ia enggan menoleh.

Perlakuan itu nyatanya tidak menciutkan nyali Youngjo. Ia justru kembali menyentuh bahunya lagi.

“Serius, Ho, aku bener-bener nyesel. Aku minta maaf, please…”

Seluruh mata terbelalak dan mulut terbuka lebar ketika menyaksikan aksi anarkis Lee Seoho. Ia mengambil tasnya yang bergantung di bahunya dan memukuli kepala Youngjo dengan liar. Seoho dengan segala amarah yang memuncak dan meledak-ledak. Ia menyerukan sumpah serapah hingga tenggorokannya sakit.

Diam saja. Kim Youngjo tidak melawan. Ia tidak juga menutupi wajah dengan kedua tangannya. Ia merasakan sakitnya hantaman yang diberikan Seoho dengan tasnya yang berisikan buku kitab ekonomi lengkap yang tebalnya hampir seperti kamus bahasa inggris. Anggap saja penebusan dosa dan ia pantas mendapat perlakuan itu.

Lelah dengan semua itu, Seoho melepas cengkeraman tangan dari tasnya. Tasnya terjatuh ke tanah. Ia membuang mukanya ke segala arah sambil tertawa bengis.

“Kenapa harus gue?”

Youngjo mengambil tas Seoho yang tergeletak di tanah. Ia merengkuh tubuh Seoho yang tengah larut dalam kepedihan, memeluknya. Ia menggumamkan, “Maaf…”

Tersadar oleh sentuhan cowok berengsek di hadapannya. Lagi-lagi bajingan ini menyentuhnya. Ia dengan gusar mendorong tubuh Youngjo dan—

Plakk!!

Lee Seoho menampar Kim Youngjo.

Mata bulat Youngjo terbuka lebar tak percaya oleh apa yang baru saja terjadi padanya. Ia pun tersadar bahwa kejadian itu telah menjadi tontonan makhluk penghuni kampus FE. Youngjo diam saja. Ia menatap Seoho yang marah besar dengan tatapan menyesal. Sungguh.

“Jangan pernah nyari gue lagi! Jangan pernah ganggu gue lagi! Sekarang balikin hape gue dan enyah dari hidup gue!”

Tanpa mengalihkan fokus pandangannya pada manik Lee Seoho, Youngjo merogoh saku celananya dan menyerahkan ponsel itu. Maafin aku, Ho.” Lirihnya.

Seoho merampas ponselnya dari tangan Youngjo dengan kasar, lalu mendorong tubuh Youngjo sekali lagi sebelum beranjak meninggalkan cowok bajingan itu.

-cccCCccc-

Kang Hyungu mengepalkan tangannya, pertanda ia mehanan amarah. Sejak kejadian tadi, ia telah mengetahui apa yang dialami oleh sohib karibnya, Lee Seoho. Kanghyun benar-benar tak habis pikir dan tak mungkin menerima begitu saja setelah teman akrabnya itu mengalami hal mengerikan seperti itu.

Son Dongju memperhatikan raut wajah Kanghyun dengan tatapan menyelidik. Ada yang aneh pada diri Kanghyun. Tidak seperti biasanya yang terlihat gelisah. Terbukti dengan gelagatnya yang tak sabaran dan sering berdecak.

“Lo kenapa? Tumben diem aja.” Tanya Dongju memecah keheningan di ruang Sekret UKM Seni.

Kanghyun menggeleng cepat. Sungguh, di pikirannya kini hanya ada rasa ingin segera meluapkan kekesalannya dan membalas apa yang Seoho—teman dekatnya itu rasakan.

“Harin dimana?” Tanya Kanghyun pada Dongju.

“Masih kelas mungkin. Bentaran lagi juga kesini,” jawab Dongju seadanya.

Kanghyun berdecak tak sabar. Ia mengambil ponselnya yang berada di dalam kantong tas yang bertengger di bahunya. Menghubungi Ju Harin.

Selesai Kanghyun menghubungi Harin yang tak lain dan tak bukan adalah teman dekatnya, sekaligus Ketua Umum UKM Seni RBW. Ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. Merapikan sedikit rambutnya yang berantakan, lalu segera beranjak meninggalkan ruang Sekret Seni.

“Mau kemana?” Tanya Dongju dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

Kanghyun memakai sepatunya dan berkata, “Keluar sama Harin. Gue pergi dulu.”

Sepuluh menit berlalu sejak Kanghyun berada di kafe yang ia janjikan dengan Harin. Kanghyun sengaja datang lebih dulu. Sungguh, ia sudah tak bisa menahannya lagi. Ia menyedot iced chocolate nya dari sedotan hingga mulutnya terasa penuh dan dingin.

“Duh, lama amat si Harin.” Gerutu Kanghyun seraya melirik jam tangannya.

Sudah lima belas menit ia duduk sendiri di kafe itu. Ia mengambil ponselnya, berniat untuk menghubungi Harin sekali lagi. Namun ia mengurungkan niatnya ketika melihat cowok berperawakan tinggi itu datang dengan sedikit tergesa-gesa.

Sorry lama.” Kata cowok itu sembari menarik kursi yang berseberangan dengan Kanghyun. “Lo mau ngomong apa? Kenapa nggak di Sekret aja, sih? Tumben…”

“Gini…” Kanghyun memulai percakapannya dengan wajah sangat serius. Tidak seperti Kanghyun yang Harin kenal. “Rin, lo tau anak Mapala namanya Kim Youngjo?”

Harin mengangguk, “Kenapa emang?”

Dengan tangan terkepal kuat di atas meja, Kanghyun menjawab dengan rahang mengatup keras, “Tadi malem, bajingan itu ngelecehin Seoho!”

Mata Harin membulat, “Apa?! Ngelecehin gimana maksud lo?”

“Ya ngelecehin! Dia hampir memperkosa Seoho! Dasar setan!” Maki Kanghyun seraya menghentakkan kepalan tangan kecilnya ke permukaan meja.

“Hah?! Bukannya semalem pulang sama Bang Geonhak?! Kan tadi malem lo sama Dongju yang bilang ke gue.”

“Emang bener, tapi tadi malem Geonhak balik lagi nyari kunci mobil. Nah, pas itu Seoho ketemu sama Kim Youngjo bajingan itu dan….”

Kanghyun pun menceritakan dan menerangkan segala yang ia tahu dari Lee Seoho tanpa bumbu sedikit pun. Bagaimana si brengsek Kim Youngjo menyentuh dan melakukan tindakan pelecehan itu pada Lee Seoho. Guratan amarah terukir jelas di wajah Harin saat mendengar seluruh kalimat yang Kanghyun jelaskan padanya.

“Nggak! Nggak bisa didiemin!” Desis Harin.

Kedua tangannya terkepal kuat. Jelas ia tidak terima jika teman dekatnya sekaligus anggota kesayangan UKM Seni RBW yang ia pimpin mengalami hal mengerikan seperti itu.

“Harin!!”

Belum selesai cerita, tiba-tiba Harin berdiri dari tempat duduk dan meninggalkan Kanghyun dengan wajah gusar dan rahang terkatup keras.

“Harin! Tunggu! Belum selesai!” Seru Kanghyun.

Ia belum sempat menceritakan kejadian tadi siang. Kejadian yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Kejadian dimana Kim Youngjo datang ke Fakultas Ekonomi dan memohon maaf kepada Lee Seoho.

“Aduh, kacau!”

Kanghyun segera berlari menyusul Ju Harin dengan langkah terbirit-birit. Untung saja ia sudah membayar minumannya.

Dengan segala amarah yang meluap-luap, Ju Harin menaiki mobilnya dan menutup pintu dengan keras. Tergesa-gesa ia menyetir menuju Lobby D kampus RBW dan berbelok ke area Gedung UKM. Ia memarkirkan mobilnya dengan sembarang. Secepat mungkin turun dari mobil dan melangkah dengan kaki panjangnya. Ia menaiki tangga utama gedung UKM menuju lantai dua dan berbelok ke kiri. Terus melangkah dengan cepat hingga ia berada di depan pintu bertuliskan ‘Kesekretariatan UKM Mapala RBW'.

Brakkkkk!!!!

“Mana bangsat yang namanya Kim Youngjo?!”

TBC

“Ada yang minat nemenin gue manjat minggu ini nggak?” tanya Yonghoon pada teman-temannya tanpa mengalihkan dari ponselnya.

Seluruh mata tertuju pada cowok yang mengenakan beanie coklat sebagai penutup sebagian rambut hitamnya. Jin Yonghoon, Ketua Umum UKM Mapala RBW itu menurunkan ponselnya dan menatap para anggotanya satu persatu karena tak ada satu pun yang menyahut.

“Ada yang minat nggak?” tanyanya lagi.

Teman-temannya kembali meneruskan kegiatan mereka. Ada yang mengerjakan tugas dengan gerakan copy-paste secepat kilat, ada yang bermain domino dengan penjepit jemuran menghiasi telinga dan dagu, ada pula yang rajin menggulung tali kernmantle karena sudah menjadi jatah piket.

“Manjat dimana, Bang?” tanya Keonhee sambil mengembuskan asap rokok menthol-nya ke udara kemudian meletakkan kembali gulungan tembakau itu ke asbak.

“Dobongsan, Bukhasan. Gue sekalian mau ngambil sampel,” sahut Yonghoon. Ia berharap ada yang berminat untuk menemaninya ke sana.

“Nggak dulu deh. Lagi kere gue.” kata Hwanwoong sambil menghempas kartu domino ke lantai.

“Gue sibuk, ada nikahan sepupu gue.” sahut Keonhee.

Jin Yonghoon berdecak. Sepertinya gagal sudah usahanya untuk mengajak teman-teman sesama pecinta alam ini untuk melakukan tracking dan climbing minggu ini. Pasalnya tujuan Jin Yonghoon bukan murni untuk menikmati alam, akan tetapi ia juga harus mengambil beberapa sampel batuan untuk penelitian sekaligus project-nya. Menjadi mahasiswa tingkat akhir Fakultas Teknik Sipil tersebut belakangan ini benar-benar mencekik dan memberatkan pundaknya.

“Beneran nggak ada yang ready nih?”

Mendengar pertanyaan itu, para anggota organisasi pecinta alam itu hanya diam. Tanggapan diam itu sudah menjadi jawaban yang sangat jelas bagi Yonghoon. Ia mengangkat kedua bahunya. Dan pada akhirnya ia harus membatalkan keinginannya. Lagi.

“Mana Youngjo sama Giwook?” tanya Yonghoon, mengalihkan pembicaraan.

Keonhee yang baru saja selesai menggulung dan merapikan tali kermantle menyahut, “Youngjo hari ini nggak ke sekret. Giwook lagi latihan di boulder dep—”

Brakk!!

“Mana bangsat yang namanya Kim Youngjo?!”

Semua orang yang berada di dalam ruang kesekretariatan sontak menoleh ke pintu yang baru saja dibuka dengan keras dan paksa oleh seorang cowok bertubuh tinggi dengan wajah penuh emosi membara. Seolah-olah gunung krakatau akan meletus dan menyemburkan magma dari puncak kepalanya.

Jin Yonghoon yang menjabat sebagai orang nomor satu di organisasi itu jelas tak tinggal diam. Tak dapat dipungkiri, emosinya pun ikut tersulut saat cowok yang dengan lancang menggebrak istana Mapala yang dipimpinnya tersebut bukanlah orang asing.

Dia adalah Ju Harin, Ketua Umum UKM Seni yang notabenenya adalah musuh bebuyutannya. Jangan lupakan kalimat yang ia dengar dengan kedua telinganya sendiri bahwa cowok bermata sipit itu mencari Kim Youngjo. Untuk apa Ju Harin mencari Kim Youngjo sahabatnya itu?

Jin Yonghoon bangkit dari tempatnya bersantai dan selonjoran. Ia meletakkan Iphone 8 nya ke meja yang tak jauh dari tempatnya.

“Ngapain lo?! Datang ke sini marah-marah nggak jelas?!” Yonghoon berjalan ke arah pintu seraya menggulung kedua lengan kemeja flannel yang tak terkancing dengan benar.

Jin Yonghoon sedang marah. Jelas saja, terlihat dari raut wajah khasnya yang berubah menjadi lebih sangar dari biasanya. Dengan rahang terkatup rapat dan tatapan mata tajam, ia mendekati Harin.

Cowok tinggi bermata sipit itu tak menggubris pertanyaan Jin Yonghoon. Ia justru masuk ke dalam kesekretariatan mapala tanpa melepas sepatunya. Lantai menjadi agak kotor karena pasir yang dihasilkan oleh sepatu converse hitam Ju Harin. Dengan cepat Jin Yonghoon menghalang tubuh cowok itu agar tidak masuk lebih jauh dan justru mendorongnya dengan kasar hingga ia kembali ke tempat awal berdiri.

“Gue nggak ada urusan sama lo! mana Kim Youngjo bangsat itu?! Keluar lo Anjing!” maki Harin dengan api membara di matanya.

Ju Harin benar-benar cari mati. Ia baru saja mengganggu kedamaian yang dinikmati oleh seekor singa beserta anteknya.

Sudah menjadi rahasia umum jika UKM Seni dan UKM Mapala adalah musuh bebuyutan di Universitas RBW. Apalagi semenjak Ju Harin menjadi Ketum Seni dan Jin Yonghoon menjadi Ketum Mapala. Habislah sudah! Dua mantan sahabat yang kini saling menodongkan bazooka satu sama lain itu tak akan mungkin bisa berdamai.

“Lo datang ke sini, bikin ribut. Itu artinya lo harus berurusan sama gue. Apa maksud lo ngomong kotor gitu ke temen gue?!”

Yonghoon tak dapat berdiam diri saja. Ia melangkah maju dan mendorong satu bahu cowok bernama Ju Harin itu.

Harin terkekeh. “Teman bangsat lo itu libidonya harus dikasih pelajaran! Anjing itu udah grepe-grepe dan hampir memperkosa teman gue! Gue nggak ada waktu buat ngeladenin lo. Mendingan sekarang lo keluarin dia, Jin Yonghoon!!”

Harin maju selangkah, membuat wajahnya lebih dekat dengan Yonghoon. Ia menatap tajam cowok berkulit putih pucat itu. Seakan-akan tatapan itu mampu melubangi batok kepala cowok di hadapannya.

“Lo nggak usah bawa-bawa nama organisasi! Ini bukan masalah UKM! Ini masalah pribadi! Gue nggak terima anak buah lo itu nyentuh dan ngelecehin teman gue! Dan gue yakin lo juga nggak bakal sudi punya anggota bajingan kaya Kim Youngjo! Sekarang, keluarin dia!”

Jin Yonghoon tidak dapat menahan kesabarannya lagi. Ia segera mencengkeram bomber jacket yang Harin kenakan dan berkata, “Oy… Ju Harin, sebelum gue kasih tau dimana Kim Youngjo, lo harus kasih tau gue dari anjing mana lo dapet berita sampah ini?!”

Mendengar kalimat kotor yang Jin Yonghoon ucapkan, Harin mengepalkan tangan kanannya dan bersiap menghadiahi cowok berkulit seperti drakula itu satu bogeman mentah. Namun gerakannya segera terhenti ketika mendengar suara seseorang dari belakang punggungnya.

“Dari gue!”

Kang Hyungu. Sumber berita yang menjadi penyulut api di antara dua Ketua UKM tersebut berdiri dengan napas memburu. Ia baru saja berlari cepat yang membuat keringatnya mengalir di pelipisnya.

Mata Yonghoon membulat. Terbelalak. Kepalan tangannya juga perlahan menurun. Cengkraman pada jaket Ju Harin melonggar.

“Sayang?” gumamnya.

Mendengar satu kata itu, semua manusia yang berada di ruang kesekretariatan menjadi lebih syok. Apalagi Ju Harin yang merupakan sahabat karib Kang Hyungu sekaligus musuh bebuyutan Jin Yonghoon. Sepertinya telinganya sudah rusak sehingga ia salah mendengar kata yang digumamkan oleh Jin Yonghoon. Pasti ia salah dengar.

“Sayang, aku nggak salah dengar, kan? Mana mungkin—”

Kanghyun melangkah maju, masuk ke ruang UKM Mapala tanpa melepas alas kakinya. Dengan kesal, ia menghampiri Yonghoon dan meraup rambut Yonghoon dan mengomel, “Lo bilang apa barusan?! Anjing mana?! Anjing mana yang ngasih berita sampah?!”

“Aaaaa!! Aaaaa!! Ampun sayang!! Aaaa!! Aku nggak tauuu!!”

-ccCCcc-

Dengan amarah yang masih menggebu dalam dirinya, tak mengurungkan niat Lee Seoho untuk segera pergi dari lingkungan kampus. Setelah ia menceritakan semuanya pada Kang Hyungu-sahabatnya itu- Seoho segera melangkahkan kakinya menuju gerbang Fakultas Ekonomi.

Peristiwa yang terjadi usai mata kuliah Ekonomi Mikro tadi pagi, Seoho semakin trauma. Terlebih saat Kim Youngjo tiba-tiba memeluknya di depan puluhan mata penghuni kampus. Mungkin bagi mereka apa yang mereka saksikan itu adalah adegan paling romantis, namun bagi Lee Seoho hal itu terasa seperti ditusuk oleh ribuan jarum.

Seoho menggeleng kepalanya cepat, menanggalkan bayangan cowok kurang ajar itu beserta tindak tanduknya. Ia kembali berjalan lurus dan cepat. saat ia hendak mencegat sebuah taksi, gerakannya terurung ketika sebuah suara memanggilnya. Suara yang tak asing bagi dirinya.

“Seoho!”

Si pemilik nama sontak menoleh. Seoho mendapati Geonhak yang berlari kecil ke arahnya. Senyum cerah itu, seolah membuat Seoho lupa diri. Ia terlalu menikmati dan mengaguminya. Benar, Seoho memang menaruh rasa pada senior UKM nya tersebut.

“Bang Geonhak, ngapain di sini?” tanya Seoho setelah Geonhak berada di depannya dengan napas terhengal.

Geonhak menetralkan napasnya sejenak sebelum menjawab, “Nyamperin kamu.” Ia menatap Seoho dengan mata menyelidik, “Mukamu kenapa? Ada masalah?”

Seoho gelagapan, ia meraba kedua matanya secara bergantian. “Eh, nggak apa-apa kok,”

Geonhak menganggukan kepalanya mengerti dan tersenyum maklum. “Mau balik?”

Seoho mengangguk.

“Sama aku aja, sekalian aku juga balik,” ajak Geonhak.

Tak ada kata penolakan basa-basi seperti yang biasa dilontarkan oleh Seoho. Sesampainya di parkiran, Geonhak segera membukakan pintu depan untuk Seoho. Pipi selembut bakpao hongkong itu merona ketika Geonhak tersenyum dan memberikan perlakuan manis padanya.

Setelah Seoho duduk di kursi penumpang, Geonhak memutari SUV putihnya. Ia membuka pintu mobil dan duduk di belakang kemudi. Kemudian mobil melesat jauh meninggalkan parkiran kampus.

Dari kejauhan, tanpa disangka seorang laki-laki dengan menggunakan Viktor & Roulf black shades yang melindungi matanya mengamati dari kejauhan. Cowok yang bersandar pada mobil SUV Adventure Rubicon yang sangar itu mengepalkan kedua tangannya. Laki-laki itu adalah Kim Youngjo. ia dengan jelas melihat sosok itu pergi dengan cowok lain. Ia ingat cowok yang pergi bersama Seoho itu adalah orang yang sama dengan orang yang menghampirinya tadi malam.

Kim Youngjo masih terpaku hingga mobil SUV putih itu pergi meninggalkan parkiran. Ia mendesah kecil sembari mengacak-acak rambutnya frustasi. Bodoh. Youngjo masih setia merutuki dirinya dan segala ketololannya. Ia tidak menyangka bahwa sosok manis yang membuatnya lepas kendali itu semakin membencinya.

TBC

Lee Seoho menatap horor teman-teman sekelasnya. Ia memejamkan matanya sejenak dan menghela napas kasar. Membuang rasa muaknya. Sejak kedatangannya di kampus, ia sudah menjadi bahan pembicaraan. Bahkan ketika ia berjalan menuju Lobby A gedung FE tadi pagi. Apa lagi kalau bukan berita teraktual tentang dirinya dan cowok bajingan bernama Kim Youngjo? Dasar mahasiswa-mahasiswi kurang kerjaan!

Seoho sampai mengklaim dirinya sebagai manusia tersial. Jelas saja ini semua disebabkan oleh kelakuan norak Kim Youngjo. Sekarang ia menjadi sorotan seantero Fakultas Ekonomi Kampus RBW.

Kalimat-kalimat yang dilontarkan itu terus terdengar dan membuat gendang telinga Seoho terasa panas. Walau hanya berupa bisikan, namun tentu saja ia dapat mendengarnya dengan jelas. Rasanya bibir Seoho gatal. Ia ingin sekali memaki orang-orang orang yang membicarakan tentang dirinya. Sudah cukup menjadi bahan gosip. Pada akhirnya Lee Seoho lebih memilih untuk diam.

Seraya menyoretkan pensil 2B ke buku catatannya dengan asal, Seoho teringat kejadian beberapa hari lalu, saat Kim Youngjo memberikannya tag akun pribadi Instagram dengan caption yang super duper norak. Ditambah lagi dengan foto Kim Youngjo yang sangat…ehem! Hot as hell. Jika seandainya Seoho bertemu cowok berengsek itu lagi, dapat dipastikan ia akan menaruh muka cowok bajingan itu ke got ataupun jamban sekalipun.

“Sekian kuliah hari ini. Tolong kumpulkan makalah kalian di sini.” Dosen wanita dengan rambut berjambul khatulistiwa itu mengakhiri mata kuliah Manajemen Bank.

Seoho kembali ke bangkunya usai mengumpulkan tugasnya. Ah, jangan lupa dengan tatapan yang lagi-lagi tertuju padanya. Seoho hanya bisa menghela napas dan mengabaikannya.

“Ke Sekret, yuk?” ajak Seoho pada Kanghyun.

Kanghyun yang sibuk memasukan buku-bukunya ke dalam tas menjawab, “Gue nggak bisa, Ho.”

Seoho mengernyit heran, “Tumben?”

Kanghyun nyengir, “Gue ada janji,”

“Janji? Sama Siapa? Dongju?”

Kanghyun justru tertawa mendengar pertanyaan sahabatnya ini. Ia menggeleng kepalanya cepat. “Bukan,” jawabnya.

“Terus?”

“Pacar dong…”

Seoho membulatkan matanya terkejut. “Lo punya pacar? Siapa? Anak mana? Kok gue nggak tau?”

“Kapan-kapan gue kenalin deh.”

“Wah, wah. Emang nyebelin banget ya lo.”

Kanghyun tertawa lagi, “Ya udah, gue duluan ya.”

“Iya, hati-hati.”

Dan beginilah Lee Seoho, jalan sendiri keluar kelas. Dengan langkah lunglai ia mengarahkan kakinya keluar dari gedung FE menuju Kesekretariatan UKM Seni. Jangan lupakan tatapan para penghuni kampus yang lalu-lalang padanya.

Sesampainya di ruang Kesekretariatan UKM Seni, Seoho melepas alas kaki dan masuk ke dalam ruangan dengan semangat yang minggat entah kemana.

“Eh, Seoho!” sapa seseorang.

Seoho kenal sekali dengan suara ini. Son Dongju. Seoho hanya melirik teman satu UKM-nya dengan malas.

Mendapat tanggapan seperti itu, Dongju tertawa dengan nada mengejek. “Duh, yang jadi femes….ciye…. Lo lagi jadi hot topic banget sampai Fakultas Hukum! Anak-anak sampai interogasi gue. Berasa jadi saksi kasus apa gimana gitu gue, hahaha!”

“Femes pala lo pentung!” sungut Seoho seraya mengambil bantal kecil di salah satu lemari. Bantal yang sengaja ia tinggal di sana untuk dirinya jika sedang mengantuk ataupun malas.

“Muka lo kenapa murung gitu? Tapi serius deh, lo beneran pacaran sama Kim Youngjo UKM Mapala itu?” tanya Dongju kepo.

Seoho mengibas-ngibaskan tangannya dan berkata, “Berisik! Gue mau bobo.”

-cccCCCccc-

Lee Seoho menggerakan badannya ke kanan dan kiri. Tulang-tulangnya seperti diremukan ketika ia merenggangkan tubuhnya. Terbangun dari tidurnya, bukannya merasa lebih fresh, Seoho malah merasa tubuhnya remuk. Tentu saja, tidur di ubin tanpa alas membuat tubuhnya sakit. Entah sudah berapa jam ia tertidur di lantai seperti itu.

Seoho mengerjapkan matanya dan mengelus perutnya yang keroncongan. Sudah berkali-kali cacing di dalam perut Seoho berdemo dan mendobrak minta diberi asupan.

Lee Seoho duduk dari posisinya, membenarkan helaian rambutnya yang berantakan setelah ia tertidur. Merapikannya dengan jemari. Merasa lehernya sedikit keringatan, Seoho berjalan menuju kipas angin lalu menyalakannya.

Tiga detik memejamkan mata dan merasakan deburan angin yang menerpa tubuhnya, Seoho tersadar, ruang Kesekretariatan UKM Seni benar-benar sepi. Dan benar saja, tidak ada satu orang pun yang ada di ruangan itu selain dirinya.

“Harin sama Dongju kemana sih?” tanyanya pada diri sendiri.

Lee Seoho mematut dirinya dalam kaca berukuran empat puluh kali lima puluh centimeter yang berada di sudut ruangan. Wajahnya masih kusut setelah tertidur tadi. Apakah sebegitu nyamannya ia tertidur hingga saat teman-temannya bergerak keluar dari ruang sekret saja ia tak menyadarinya sama sekali.

Sudah menjelang malam. Kesepian ruangan itu membuat Seoho merasakan degupan jantungnya menjadi lebih keras. Jujur saja, ia merasa takut. Sebelum berjalan ke arah pintu, Seoho meraih tas dan bantalnya untuk dikembalikan ke lemari, kemudian menghampiri pintu dan memutar kenopnya.

Cklek.

“Loh kok nggak bisa dibuka?”

Kaget setengah mati, Lee Seoho mencobanya sekali lagi. Seoho kembali memutar kenop pintu ke bawah, tapi nihil. Ia terus mengulang-ulangnya, mencoba terus hingga Seoho sendiri frustasi.

“Demi apa? Kok nggak bisa sih!”

Seoho bingung bukan main. Tangannya terus mencoba memutar kenop pintu yang tak berdosa dengan tidak sabar. Berharap akan ada keajaiban.

Lelah dengan upayanya, Seoho mondar-mandir dengan keringat dingin yang mengucur di dahinya. Rasa takut itu menggerogoti batinnya.

“Mati gue…” keluhnya masih mondar-mandir sambil menggigit kuku jarinya.

Seoho mengambil ponsel dari dalam tas ranselnya. Ia harus segera menghubungi Harin atau temannya yang lain. Namun, ponsel yang jarang ia sentuh itu mati. Ia mencoba menyalakan lagi ponselnya, namun tetap saja mati. Ah, sial! Seoho juga lupa membawa charger ponselnya.

“Ini gimana?! Yang lain pada kemana sih?! Ya Tuhan, masa gue kekunci di Sekret! Gila! Ini siapa yang jahil ngunciin pintu sih?! Sumpah kalo dateng gue sembur beneran deh!” gerutu Seoho hampir gila.

Terkunci di dalam ruangan kesekretariatan adalah mimpi buruk, apalagi dengan kondisi kelaparan seperti yang dialaminya.

Lee Seoho berjalan menuju ke arah jendela belakang. Membuka lebar jendela itu sambil celingukan. Siapa tahu ia dapat meminta tolong pada seseorang yang masih berada di kampus pada jam segini.

Mata Lee Seoho menelisik setajam elang. Ia mendapati objek yang sedang berjalan di bawah sana. Seorang cowok dengan membawa tas ransel besar di halaman depan gedung UKM RBW.

“Lee Seoho! Kamu ngapain di situ?!”

MAMPUS!!

SHIT! SHIT SHIIITTT!!!

Seoho merasa detak jantungnya terhenti saat itu juga. Seseorang yang berada di bawah sana adalah… Tidak! Lee Seoho tidak mau melihat batang hidung manusia itu lagi.

Secepat kilat ia menutup jendela. Lebih baik ia membusuk di dalam sini daripada bertemu dengan cowok bajingan itu lagi.

-cccCCCccc-

“Jo, gue duluan ya. Sorry banget nih,” kata Hwanwoong tak enak hati. “Lo balikin tools sendiri nggak apa-apa, kan?”

Youngjo terus memasukkan boulder tools-nya ke dalam sebuah tas tanpa menghiraukan Hwanwoong yang sudah tidak sabar untuk cabut dari kawasan gedung UKM RBW.

“Nih, kuncinya. Gue cabut ya, Jo!” pamit Hwanwoong seraya menepuk bahu Youngjo.

“Yo!” sahut Youngjo dengan asal.

Ah, sial. Hari sudah mulai gelap dan tinggalah ia satu-satunya manusia yang masih berada di depan boulder board. Sesungguhnya mereka sudah lama selesai latihan, namun Youngjo dan Hwanwoong tidak segera membubarkan diri. Mereka terlalu asyik membahas event dari kampus seberang yang akan mengadakan kompetisi rock climb hingga lupa waktu. Mendengar itu, Kim Youngjo yang merupakan salah satu pemanjat terbaik RBW makin keranjingan.

Selesai memasukan tools, Youngjo segera membawa tas yang beratnya sekitar tiga puluh kilogram itu. Ia sudah terbiasa dengan tas-tas besar nan berat ketika mendaki gunung.

Youngjo meninggalkan papan panjat dan mengarungi jalan menuju tangga gedung UKM. Dalam keadaan sepi dan sendiri seperti ini, rasa akan kegalauan, penyesalan dan kerinduan itu muncul lagi. Youngjo selalu teringat akan bayang-bayang tidak lain tidak bukan adalah Lee Seoho. Ia mendongakkan kepalanya dan menghela napas.

Youngjo memejamkan matanya. Mencoba menghapus bayangan Lee Seoho yang jauh dari tingkatan level menawan bagi seorang Kim Youngjo. Tentu saja! Mantan-mantan yang pernah berkencan dengannya jauh lebih menarik dibandingkan Lee Seoho.

Youngjo menghela napas pelan dan membuka kembali matanya. Taburan bintang mulai terlihat di langit yang gelap. Tetapi perut Youngjo sudah mulai keroncongan. Jadi ia harus segera keluar dari lingkungan kampus dan mencari makan.

Ketika Youngjo ingin melangkahkan kaki, tak sengaja ia melihat seseorang disalah satu jendela lantai dua gedung UKM. Sosok itu sangat menyerupai dengan yang baru saja terbesit di benaknya.

Langkah Youngjo terhenti. Tak salah lagi. Itu adalah Lee Seoho. Kim Youngjo sangat yakin itu adalah Lee Seoho. terbukti oleh tatapan mata mereka yang menyatu dan terkoneksi.

“Seoho?” gumamnya.

Benar! Youngjo sangat mengenali wajah itu. Melihat ekspresi lucu Lee Seoho yang kikuk, Youngjo tertawa.

“Lee Seoho! Kamu ngapain di situ?!” tanya Youngjo setengah berteriak.

Youngjo tak dapat menyembunyikan rasa kagetnya. Sosok itu tiba-tiba saja menutup jendela dan menjauh. Entahlah, Youngjo merasa sangat senang melihat keberadaan Lee Seoho setelah beberapa hari tidak pernah bertemu.

Tanpa menghiraukan carrier berisi alat-alat panjat yang pastinya berat itu, ia menggerakan kakinya yang terbungkus sepatu boot mahal nan modisnya itu dengan cepat. Ia berlari seperti kesetanan memasuki gedung UKM. Menaiki tangga tanpa menyadari betapa beratnya beban yang ia bawa dan berhenti di depan pintu bertuliskan UKM Seni RBW.

Tanpa menurunkan carrier-nya, Youngjo mengetuk pintu ruang UKM Seni dengan napas sedikit terhengal. Tak ada jawaban. Aneh, Youngjo sangat yakin ia melihat Seoho dengan jelas di jendela.

“Ho… Lee Seoho…”

Masih tak ada jawaban.

“Ho?! Kamu di dalam, kan?!”

Mendengar suara Kim Youngjo yang terus memanggil namanya, Lee Seoho makin gugup dan bingung. Dari seluruh manusia yang masih berkeliaran di kampus, mengapa harus Kim Youngjo?!

“Seoho?!“

Seoho makin tak karuan. Ia mondar-mandir berpikir apa yang harus ia lakukan. Ini adalah kesempatan untuk meminta bantuan, namun di sisi lain mengapa harus Kim Youngjo yang menjadi pahlawan kemalangannya? Bukan! Kim Youngjo tak pantas disebut pahlawan, lebih tepatnya pelaku pelecehan!

Dari celah pintu, Youngjo dapat melihat bayangan seseorang yang sedang hilir-mudik. Tak salah lagi, sudah pasti itu Lee Seoho. Tak sabar dan mulai penasaran, Youngjo mencoba membuka pintunya, dan terkunci.

“Ho, buka pintunya, Ho… Kamu nggak apa-apa kan?!”

Cowok itu sudah tahu bahwa pintunya terkunci. Seoho semakin panik. Apakah ia harus mengusir cowok itu atau justru meminta tolong padanya. Tapi di sisi lain, perutnya makin keroncongan. Lee Seoho benar-benar dilema.

“Ho, kamu beneran nggak apa-apa?!”

Masih tak ada respon, Youngjo pun berkata, “Ya udah aku pergi—”

“G-Gue kekunci!”

“Kok bisa?!”

Seoho melangkah mendekat ke pintu. Hatinya tak karuan. Ia merasa takut dan bingung.

“Nggak tahu… pokoknya gue kekunci.” sahut Seoho.

“Kamu udah coba telepon temen kamu?”

“Hape gue baterainya habis…”

Astaga! Lee Seoho benar-benar luar biasa!

“Kamu hafal nomor salah satu teman UKM kamu?” tanya Youngjo dengan nada yang mencoba menenangkan Seoho.

“Nggak ada.”

Nice!

Youngjo terdiam sejenak. Ia menurunkan carrier-nya yang sudah membuat bahunya pegal. Bodoh, untuk apa terus membawa tas besar itu jika hanya berdiri seperti orang tolol? Ia menaruh tasnya ke lantai dan kembali mendekatkan wajahnya ke celah pintu.

“Aku coba dobrak ya?!” serunya.

Tanpa menunggu jawaban Seoho, Youngjo mulai menabrakkan tubuhnya ke pintu. Dengan keras dan berulang-ulang hingga tubuhnya terasa sakit. Youngjo meringis sambil memegangi lengan dan bahunya. Upaya terakhirnya yaitu dengan menendangi pintu. Nihil, pintu masih tertutup rapat.

Dari dalam, Seoho dapat mendengar ringisan Youngjo yang sepertinya mulai kesakitan dan kelelahan karena mendobrak pintu menggunakan tubuhnya. Seoho tersadar akan sesuatu yang penting dan berkata, “Pintunya emang rada somplak, sering macet nggak jelas!”

Youngjo berdecak kesal. “Pantes…” keluh Youngjo, ia merenggangkan otot bahunya sejenak.

“Gimana dong?” gumam Seoho frustasi.

Youngjo dapat mendengar jawaban dari Seoho yang menyiratkan ketakutan. “Nggak usah takut, Ho… Ini lagi aku usahain biar kamu bisa keluar.”

Youngjo diam sejenak. Menguras otaknya. Berpikir keras untuk mencari jalan keluar.

Diam.

Hening.

Dan.. dapat!!

Munculah ide di kepala mesum Kim Youngjo. Ia segera berkata, “Ho, kamu bisa ke jendela tadi?”

Pertanyaan Youngjo membuat Seoho mengerutkan dahinya. “Jendela? Kenapa?”

“Tunggu di sana. Buka jendelanya lebar-lebar. Aku manjat.”

Kim Youngjo segera lari menuruni tangga dengan cepat menuju gudang UKM Mapala yang berada di lantai dasar. Tiba di sana, ia segera mengambil sebundel kunci-kunci yang diserahkan Hwanwoong sebelumnya.

Satu.. bukan.

Dua.. bukan.

Tiga.. Argh! Youngjo semakin kesal.

Pada kunci keempat, akhirnya ia dapat membuka gudang UKM paling cadas di RBW itu. Ia segera menyalakan lampu dengan menekan saklar yang ada di sebelah pintu. Youngjo masuk dengan tergesa-gesa dan menyambar tangga lipat yang bertengger di dekat lemari.

Ia melangkah cepat membawa tangga itu keluar dan berhenti ketika melihat Seoho berdiri di depan jendela. Youngjo membuka lipatan tangga dan mengarahkan ke jendela. Sial! Gedung UKM terlalu tinggi dan tangga ini terlalu pendek untuk mencapai jendela.

Kim Youngjo, sebagai salah satu climber terbaik Universitas RBW tentu saja tak takut hanya dengan memanjat gedung ini. Ia sudah mahir dengan segala ketinggian dan tetek bengek dalam dunia panjat memanjat.

Dengan tenang, Youngjo mulai menaiki tangga yang pendek itu satu per satu. Hingga pada pijakan terakhir, ia berpegangan pada kanopi. Youngjo sadar, tubuhnya bergetar. Dia baru ingat bahwa perutnya belum diberi asupan sejak tadi siang. Dengan sisa tenaga yang ada, Youngjo menginjakkan kakinya di kanopi yang terbuat dari semen berkerangka kawat.

Kim Youngjo perlahan berdiri dan berpegangan pada pondasi gedung. Ia melepas sepatu boot mahalnya dan melempar asal ke tanah. Dengan kaki telanjang Youngjo memanjat. Tangannya mencengkram kuat rangka jendela ruang UKM Seni.

Mudah bagi Youngjo, tentu saja cowok dengan hand grip yang tak main-main itu dengan enteng menaiki jendela. Membuat Seoho takjub dengan aksi heroik cowok yang selama ini ia maki dan kutuk.

Seoho bergerak mundur saat mendengar Youngjo menggeram dan sekuat tenaga mengangkat tubuhnya agar dapat masuk ke dalam jendela.

Youngjo sudah menginjakkan kakinya di lantai ruang UKM Seni yang terkunci itu. Mendapati wajah Seoho yang masih ketakutan.

“Kamu nggak apa-apa, kan?” tanya Youngjo hati-hati.

Rasa takut dan cemas yang Seoho alami masih terasa di relung hatinya saat menatap manik mata Kim Youngjo dari dekat.

Bagaimana jika cowok ini akan memperlakukan yang sama seperti saat berada di parkiran kampus pada beberapa hari yang lalu? Tidak! Seoho tidak mau itu terjadi lagi.

Seoho perlahan melangkah mundur menjauhi Youngjo. Tak peduli cowok itu yang menatapnya terkejut seolah bertanya ada apa dan apa yang salah pada diri Youngjo.

“Ho?”

Youngjo akan merasa benar-benar berdosa jika Seoho masih menyimpan rasa takut dan bencinya. Youngjo akan merasa sangat bersalah jika Seoho masih belum memaafkannya.

Tiba-tiba tubuh Seoho tertarik dan membeku seketika saat sebuah pelukan lembut menyatu dengan tubuhnya.

“Maafin aku, Ho…”

Cowok itu meminta maaf untuk yang kesekian kalinya. Kim Youngjo mengelus puncak kepala Seoho dengan rambut yang sedikit berantakan.

Pasrah. Seoho terlalu lelah akan rasa trauma itu. Seoho benar-benar muak dengan semua ini. Ia sendiri sudah terlalu letih untuk membenci cowok yang sudah berulang kali meminta maaf padanya.

Kepalanya yang semula menunduk ke bawah kini bersandar pada dada kokoh Kim Youngjo. Ia dapat mencium aroma tubuh yang bercampur dengan parfum yang melekat di kulit dan kaos cowok itu.

Youngjo tak pernah menyangka bahwa Seoho akan seperti ini setelah kedatangannya. Ia murni menolongnya. Sekaligus meminta maaf atas kesalahan yang ia perbuat.

Perlahan Youngjo mengeratkan pelukannya. Merengkuh Seoho hingga tubuh mereka benar-benar tertempel seperti perangko dan amplop. Youngjo menundukkan kepalanya dan membenamkan hidungnya ke puncak kepala Seoho.

“Maafin aku, Ho… Aku nggak bermaksud buat nyakitin kamu…”

Tak ada tanggapan dari Seoho. Ia meremas kaos Youngjo. Membuat cowok itu merasakan cengkraman lemah Seoho.

“Kamu bisa kan maafin aku?”

Seoho masih diam. Ia memejamkan matanya dan mendengarkan tiap detak jantung Youngjo.

“Jawab, Ho.. aku nggak mau selalu merasa bersalah sama kamu. Aku juga nggak mau bikin kamu marah terus tiap kita ketemu.”

Youngjo merasa kepala Seoho bergerak. Seoho mengangguk lemah di dadanya. Youngjo tersenyum puas. Ia perlahan melonggarkan rengkuhannya dan membuat Seoho menatap matanya.

Kim Youngjo sudah dimaafkan.

“Satu hal yang harus kamu ingat, Ho. Aku nggak pernah bermaksud dan nggak akan nyakitin kamu.”

Untaian kalimat yang terdengar tulus itu sungguh membuat Seoho terenyuh. Ia tenggelam di manik mata hitam kecoklatan Kim Youngjo. Begitu pula dengan Kim Youngjo, ia tersesat dalam indahnya paras makhluk Tuhan yang berada di dekapannya.

Pandangan mereka tak lagi fokus. Perlahan Kim Youngjo menghapus jarak di antara bibir mereka. Perlahan Lee Seoho memejamkan matanya dan menunggu saat itu tiba.

Dan mereka, berciuman lagi.

TBC

Notes: fotonya suka error, klik linknya aja ya, happy reading:)

Ju Harin menarik rem tangan saat sudah memarkirkan mobilnya di area parkir gedung UKM Universitas RainbowBridgeWorld. Ia mematikan mesin mobil dan melepas sabuk pengaman yang melilit di tubuhnya.

Begitu pula Son Dongju yang duduk di kursi penumpang di sebelahnya. Mereka keluar dari mobil hampir secara bersamaan. Tak lupa Dongju mengambil sebuh kantong plastik berisi makan malam yang nantinya akan mereka santap bersama.

Langit sudah gelap. Kawasan gedung UKM ini sudah mulai sepi. Hanya ada beberapa orang saja yang masih betah berada di sini. Namun ada sesuatu yang membuat dahi Dongju berkerut. Ia merasa janggal karena ada sebuah mobil SUV adventure bertengger di salah satu sudut parkiran. Jeep Wrangler Rubicon berwarna hitam metalik itu terlihat tidak asing. Akan tetapi, Dongju tidak ambil pusing dengan siapa pemilik mobil itu masih terparkir di sana.

Menyadari Ju Harin yang sudah memencet kunci alarm mobilnya, Son Dongju melangkah cepat menghampiri temannya.

“Kok Seoho nggak nelpon kita ya? Apa tuh anak masih molor? Astaga…super sekali!” celetuk Dongju.

Harin tertawa. “Kebo juga itu orang. Kalo dia udah bangun ya pasti udah nelpon salah satu dari kita lah. Ngomel kenapa sekret dikunci.”

Mereka menggeleng bersama. Ketika mereka sudah dekat dari pintu gedung, langkah Harin melambat, begitu pula Dongju. Mereka mendapati sebuah tangga yang terhubung ke jendela gedung UKM lantai dua. Tepatnya lantai dimana ruang UKM Seni itu berada.

“Rin! Sepatu, Rin! Boot mahal nih!” seru Dongju.

Harin segera menoleh ke Dongju. Melihat sepasang sepatu boot hitam di tangannya. Harin sangat tahu bahwa sepatu jantan itu harganya tidak murah. Terlihat dari bentuk dan merk apa dan keluaran mana sepatu itu.

“Gue bawa aja kali ya? Jarang-jarang nemu sepatu mahal kayak gini nganggur di tanah. Limited edition nih!” seru Dongju.

Berbeda dengan Dongju yang kegirangan, dahi Harin mengerut. “Ada yang nggak beres nih.” gumamnya.

“Rin mau kemana?! Barengan woy!” seru Dongju ketika Harin melangkah cepat lebih dulu.

Tanpa menoleh, Harin berseru, “Buruan!!”

Dengan berat hati Dongju melepaskan sepatu mahal yang ia pungut dan menyusul Harin. Mereka dengan tergesa-gesa menaiki tangga gedung UKM dan berbelok ke kanan menuju ruang UKM Seni.

Setibanya di depan pintu, mereka menemukan carrier yang tergeletak di lantai.

“Itu carrier siapa?” gumam Dongju.

Harin menggeleng tidak tahu. Tanpa aba-aba, Dongju segera menghampiri dan membuka tas itu. Sekali lagi, mereka dikejutkan oleh alat-alat aneh yang biasanya digunakan oleh mahasiswa UKM Mapala Universitas RainbowBridgeWorld.

Tak salah lagi, ini adalah tas salah satu pemanjat tebing dari UKM paling cadas dan sangar itu. Dan sepatu yang Dongju temukan tadi pasti juga milik orang yang sama.

Mata Dongju membulat. Ada ketegangan yang tersirat di manik matanya.

“Rin, Seoho, Rin! Seoho di dalam!”

Dengan tergesa-gesa Harin mengambil kunci ruang UKM Seni di kantong bomber jacket-nya. Tangannya agak bergetar karena gugup dan terburu-buru.

Brak!!!

Pintu terbuka dengan kasar. Ju Harin dan Son Dongju terbelalak ketika menyaksikan apa yang sedang terjadi di dalam ruang Kesekretariatan UKM Seni.

“WANJAAAAY!!!”

-cccCCCccc-

Jarak di antara mereka pun terhapuskan. Kedua bibir saling bersentuhan dengan lembut. Gerakan pertama dilakukan Kim Youngjo dengan sangat hati-hati. Ia menggerakkan bibirnya. Mengecup Lee Seoho yang ada di dekapannya. Terasa manis dan nyaman. Jauh berbeda dengan ciuman pertama yang ia lakukan pada Seoho sebelumnya.

Tak dapat dipungkiri, Lee Seoho pun terhanyut oleh bibir yang tak pernah lepas dari filter tembakau itu. Terasa manis, bercampur dengan lipbalm stroberi yang selalu melembabkan bibir Lee Seoho. Seoho membalasnya. Angannya melayang tinggi bersamaan dengan suara-suara kecupan yang mereka berdua hasilkan. Ciuman yang membawanya melayang ke atas awan.

Tangan Youngjo mendekap Seoho lebih erat. Membungkus Seoho dengan lengannya hingga tubuh keduanya benar-benar menempel. Menyatu penuh kenyamanan. Tangan kanan Youngjo perlahan menuju ke tengkuk Seoho. Bermaksud memperdalam ciumannya. Berkat sentuhan tangannya yang agak kasar itu, ia dapat menjelajahi Seoho lebih intens dan lebih dalam. Manis dan menggairahkan.

Mata mereka terpejam. Keduanya dibuat tinggi. Lambat laun, Youngjo mulai merasakan gairah yang lebih kuat. Tak disangka permainan lidah yang Youngjo lakukan semakin panas dan liar. Sentuhan berubah menjadi belaian. Belaian berubah menjadi remasan. Dan terus berlanjut hingga salah satu tangannya berhasil menyusup ke dalam hoodie Lee Seoho.

Perlakuan yang terus Kim Youngjo berikan benar-benar membuat Seoho semakin menginginkannya. Apa yang dilakukan Youngjo membuatnya tak menyadari dimana posisi tangannya berada. Lengannya melingkar di leher cowok itu. Jemarinya terselip di rambut hitam kecoklatan cowok yang telah menginvasi bibirnya.

Kaki Seoho tak mampu menopang tubuhnya lagi. Seakan seluruh tenaganya terkuras dan tersedot oleh lelaki yang menciuminya dengan penuh gairah. Ia limbung dan hal itu membuat tangan Youngjo menahannya. Tangan Youngjo yang semula berada di dalam hoodie Seoho beralih ke bokong dan paha Lee Seoho. Refleks Seoho mengangkat kaki kirinya ke sisi tubuh Youngjo. Dan dalam satu lompatan, Youngjo menggendongnya. Seoho mengeratkan lingkarannya di leher Youngjo agar tak terjatuh. Youngjo menahan tubuh Seoho dengan kedua tangan kuatnya. Agak berat, tapi tidak masalah bagi Youngjo dibandingkan saat ia membawa carrier bermuatan di atas seratus liter yang harus ia bawa untuk mendaki.

“Stop…” bisik Seoho saat ia berhasil melepaskan bibirnya dari kecupan Youngjo.

Youngjo masih tenang dan menunggu. Ia menempelkan dahinya pada dahi Seoho. Matanya terpejam.

Youngjo menggeleng. “Maaf, Ho…aku nggak bisa.”

Kim Youngjo kembali menjelajahi bibir Seoho. Kali ini dengan hasrat dan gairah yang berbeda. Kim Youngjo kehilangan kontrol bersamaan dengan gairah yang membakar kesadarannya.

Deeper and harder.

Hasrat yang kian menggunung dan menumpuk di relung jiwanya membuat Youngjo benar-benar hilang kendali. Lelaki yang dikenal sebagai playboy kampus itu tak dapat mengendalikan tubuhnya. Tangan kirinya kembali menopang tengkuk Seoho agar ia lebih leluasa menjajahnya. Sedang tangan kanannya kembali menyusup ke dalam hoodie Seoho.

Tangan nakal Youngjo yang bermain di bawah hoodie Seoho semakin berbahaya karena ia mulai menyingkapnya. Hoodie terangkat dan menampilkan kulit perut Seoho yang putih mulus. Pemandangan yang sangat indah bagi Kim Youngjo. Sungguh, Lee Seoho bagaikan kebun pohon khuldi di mata Youngjo sekarang. Dimana Youngjo merasa sangat tergoda untuk memetik satu buah terlarang itu untuk dimakan.

Akan tetapi, ketika Youngjo akan menyingkapnya lebih jauh, tiba-tiba pintu ruang Kesekretariatan UKM Seni terbuka lebar dengan kasar. Youngjo sontak menarik tangannya dan menutupi Seoho yang terlihat berantakan di hadapannya. Mencegah dua orang yang menyaksikan kegiatan mereka agar tidak melihat lekuk indah Lee Seoho.

“WANJAAAAY!!!”

Teriakan keras dari Son Dongju membuat keduanya seketika menghentikan kegiatan panasnya. Mata Harin terbelalak lebar, menyiratkan amarah. Ia mengenali cowok yang tengah menghalangi Seoho dengan tubuhnya itu. Cowok bajingan yang ia cari-cari untuk menghadiahinya satu bogeman mentah.

“Kurang ajar!”

Tanpa ba-bi-bu dan melepas alas kaki, Harin melangkah cepat dan segera mencengkram kaos hitam polos yang Youngjo kenakan. Menariknya dengan satu hentakan. Youngjo diam saja. Tak ada tanda-tanda akan melawan amarah yang terbakar dari Ketua UKM Seni itu. Son Dongju segera menghampiri dan berdiri di sisi Harin. Tak kalah emosinya. Matanya menyiratkan amarah. Seolah mata Dongju siap untuk menguliti Kim Youngjo yang dengan kurang ajarnya melakukan hal tak senonoh di ruang sekret mereka.

Ju Harin meninju wajah Youngjo. Lee Seoho bangun dari posisinya, segera menghampiri Harin yang menghajar Youngjo. Ia mendorong tubuh Youngjo agar menjauh dari Harin dan Dongju. Cengkraman Harin pada kaos Youngjo pun terlepas. Lee Seoho terus mundur, membuat punggungnya menempel pada dada Kim Youngjo.

Youngjo merasa seberkas darah dari sudut bagian bibirnya. Ia juga tidak mengelak atas tindakannya yang memang sudah kelewatan. Youngjo sadar, jika saja Harin dan Dongju tidak datang dan menghentikan perbuatannya, mungkin Youngjo telah menyatukan tubuhnya dengan Seoho yang membuatnya lepas kendali.

“Lo berdua kenapa sih? Ini salah paham!” bela Seoho dengan suara lirih.

Seoho berbalik dan menangkup wajah Youngjo. Ia mulai panik saat melihat darah yang keluar dari sudut bibirnya.

Jujur saja, Lee Seoho sedang takut sekarang. Melihat dua temannya yang amarahnya mendidih seperti ini bukan hal yang wajar baginya. Mengingat Ju Harin dan Son Dongju adalah cowok-cowok yang hangat dan ramah. Ditambah dengan Kim Youngjo yang menatapnya sayu dengan lecet di wajah tampannya.

“Nggak apa-apa, Ho,” bisik Youngjo.

Youngjo meletakkan tangan kanannya pada bahu Seoho yang mencoba melindunginya. Sungguh, egonya sebagai lelaki sejati akan tercoreng jika ia diam saja dan bersembunyi di balik punggung Lee Seoho.

“Ini semua salah paham,” kata Youngjo mencoba menjelaskan.

Dongju yang sudah mendidih sejak tadi segera meledak. “Anjing lo! Lo yang dulu ngelecehin Seoho dan sekarang lo nyentuh dia lagi?!” hardiknya.

Harin menggertakkan giginya. Sekali lagi, tanpa menghiraukan Seoho, ia menarik kaos cowok bajingan di hadapannya. Bersiap untuk memberikan bogeman yang lain. Amarahnya terlanjur meledak.

“Rin…”

Mendengar suara Seoho yang memanggilnya dengan lirih, ia menghempaskan tubuh Youngjo hingga jatuh ke lantai.

“Jadi lo belain dia, Ho?! Lo belain orang yang udah ngerusak lo?!”

“Bukan, bukan gitu maksud gue, Rin.” bela Seoho.

“Dia ngelecehin lo lagi kan?! Iya kan?!” tuduh Dongju. Ia tak mau diam saja.

Dengan tangan terkepal keras, ia menghampiri Youngjo yang masih tersungkur di lantai. Dongju menendang kaki Youngjo dengan keras. Youngjo merintih dan tak melawan.

“Dongju! Udah gue bilang jangan ya jangan!” seru Seoho masih dengan pembelaannya. Ia segera menghampiri Youngjo, membantu cowok itu untuk berdiri.

Ketika Youngjo berdiri tegap, ia dengan sigap menarik tangan Lee Seoho. Untung saja ransel itu tak jauh dari tempat mereka berseteru hingga ia dapat meraihnya. Kim Youngjo menarik Seoho dan membawanya pergi dari ruang Kesekretariatan UKM Seni yang sedang gempar.

“Kita mau kemana?!” tak hentinya Seoho berteriak menanyakan kemana Youngjo akan membawanya pergi.

“Makan.”

Singkat, padat, dan jelas. Setelah kegiatan make out dan perkelahian singkat tadi, organ pencernaan Youngjo terus berteriak meminta diisi penuh. Tak dapat dipungkiri, Lee Seoho juga merasakan hal yang sama.

-cccCCCccc-

Lee Seoho merasa dirinya adalah manusia terbodoh di dunia. Karena sekarang ia tengah duduk berhadapan dengan cowok yang satu jam lalu mencumbunya. Atmosfer canggung menyelimuti mereka. Sedangkan Youngjo sibuk dengan ponselnya. Tak ada satu pun yang berbicara.

Seoho terus menggigit bibirnya. Menundukkan kepalanya hingga ia tak sanggup menatap cowok yang duduk di depannya. Ia terus merutuki dirinya sendiri. Merutuki penyebab utama lemahnya ia terhadap rangkaian kata manis yang dituturkan Kim Youngjo. Dan jangan lupakan ciumannya. Ah, Seoho merasa sangat berdosa pada dirinya sendiri.

Merasa terganggu dengan suasana canggung itu, Youngjo berdeham. Ia mengambil satu tangan Seoho, lalu menggenggamnya layaknya ia memperlakukan kekasihya.

“Ho, kamu mau makan apa?” tanya Youngjo.

Suara lembut Youngjo membuat gendang telinganya terasa meleleh. Ia mendongak, menatap mata Youngjo yang penuh dengan kharisma.

“Terserah,”

“Kok terserah?” Youngjo mengelus punggung tangan Seoho dengan jempolnya. Seakan ia takut akan melukainya lagi.

“Gue ikut lo aja.” sahut Seoho, pipinya merona.

“Ya udah kalo gitu.”

Youngjo tersenyum simpul. Senyum yang membuat jantung Seoho memompa lebih cepat.

Kim Youngjo memanggil pelayan dan menyebutkan pesanannya. Seoho perlahan melepas tautan tangan Youngjo. Ada segelintir rasa yang asing ketika Youngjo melakukan hal itu. Namun dengan cepat Seoho menampiknya.

Tidak, ia tidak mau lagi berurusan dengan cowok ini. Ini akan menjadi yang terakhir kalinya. Lee Seoho memang tidak membenci Kim Youngjo seperti sebelumnya. Hanya saja, ia tidak nyaman dengan situasi asing seperti ini.

Tak perlu menunggu lama pelayan datang membawa pesanan mereka. Youngjo kembali menyadarkan Seoho dari lamunannya dengan menyentuh tangannya yang tergeletak di atas meja.

“Ho…”

Mendengar Youngjo menyebut namanya dengan lembut, Seoho mengangkat wajahnya dari piring kosong di hadapannya. Di depannya, Youngjo memamerkan senyum penuh pesonanya dan membuat Seoho semakin salah tingkah.

Youngjo menggelengkan kepalanya. “Nggak…nggak apa-apa.”

Seoho baru sadar, masih ada seberkas luka di sudut bibir Kim Youngjo. Masih segar dan terlihat sangat perih. Tak terelakkan pula warna merah kebiruan menghiasi kulit cowok itu.

“Masih sakit?” tanya Seoho.

“Mm?” gumam Youngjo tak mengerti.

Ia terlarut dalam menikmati rona merah di pipi Seoho. Tak disangka Seoho mengulurkan tangannya dan menyentuh sisi wajah Youngjo yang memar.

“Ini…”

“Aw…” ringis Youngjo.

Cowok itu pura-pura kesakitan. Walaupun sebenarnya memang terasa sedikit perih, namun tak ada salahnya untuk memanfaatkan keadaan itu.

Dengan cepat Seoho segera menarik tangannya. “Sorry.” namun gerakannya terhenti saat Youngjo menahan tangannya yang masih terulur.

Cowok itu justru membuat Seoho menangkup wajahnya. Ia mencium telapak tangan Seoho sejenak dengan mata terpejam sebelum meletakkan kembali tangan lembut itu ke wajahnya.

Mata Seoho membulat. Wajahnya semakin panas. Ia segera menarik tangannya hingga membuat mata Youngjo terbuka. Cowok itu tertawa kecil dan membuat Seoho semakin salah tingkah.

Rasanya Seoho ingin mengubur dirinya sendiri karena masih malu. Malu akan perlakuan Youngjo tadi yang membuatnya teringat sesi panas mereka. Tak dapat dipungkiri, Seoho benar-benar menikmatinya. Menikmati segala perlakuan manis Youngjo padanya. Benar, apa yang ada di otaknya selama ini, Kim Youngjo dengan segala buaiannya memang benar-benar mampu memanjakannya. Coret semua memori buruk yang pernah cowok itu lakukan ketika pertama kali mereka bertemu. Kim Youngjo kini…sungguh berbeda.

“Kamu ingat nggak sehabis aku nyamperin kamu hari itu? Aku benar-benar tulus minta maaf sama kamu.” kata Youngjo tiba-tiba, membuat Seoho menatapnya.

Seoho diam saja. Youngjo mengembuskan napas ke udara. Seoho mendengarkan seksama suara napas cowok itu.

“Masih ingat chat aku ke kamu?” tanya Youngjo lagi.

Seoho termenung sesaat. Mengingat-ingat pesan yang pernah ia terima dari cowok pembuat masalah di hidupnya.

“Iya.” balas Seoho.

Youngjo mengeluarkan ponsel dari sakunya, membuka salah satu aplikasi. “Ini…” katanya sambil menunjukkan obrolan beberapa hari lalu. Pesan yang Youngjo kirimkan saat ia menemui Seoho di Fakultas Ekonomi.

![image](https://i.imgur.com/obISJaM.png)

![image](https://i.imgur.com/rjh1Itc.png)

Setelah membaca kembali pesan-pesan itu, Seoho tersenyum sendiri. “Nyamuk…” gumamnya

Mendengar tawa Seoho, Youngjo sumringah. Rasanya segala beban yang memberatkan bahunya terangkat. Suasana hangat merasuk ke relung hatinya.

“Iya, kamu bikin aku kayak nyamuk.”

“Soalnya lo emang nyebelin, kaya nyamuk.” sahut Seoho seraya menyuap makanannya. Teringat senyum simpul sumringah ketika ia mengunyah.

Youngjo belum menyentuh makanannya. Masih betah untuk memperhatikan cara Seoho melahap makanannya. Terlihat sangat lucu dan menggemaskan.

Kim Youngjo tersenyum, kemudian mengambil ponselnya lagi. Mengarahkan ponselnya pada Lee Seoho yang sedang memainkan ponselnya setelah menyuap beberapa sendok makanan ke mulutnya.

![image](https://i.imgur.com/7QugfEp.jpg)

Notes: fotonya suka eror, klik linknya aja ya. Happy reading:)

“Ho, kita mau ngomong sama lo.”

Suara berat dan serak milik Ju Harin membuat Seoho mengalihkan pandangannya dari gelas berisi jus melon. Raut wajah dan nada bicaranya agak serius. Sepertinya Seoho sudah mengerti topik pembicaraan apa yang akan Harin arahkan.

Seoho memutar bola matanya malas. “Soal Youngjo?” tanyanya sambil berdecak.

Demi Tuhan Seoho sangat malas menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi antara dua temannya itu dan Youngjo kemarin. Tadi malam, setelah ia sampai di kost dan men-charger ponselnya. Mulai pesan singkat, chat, hingga aplikasi sosial media lainnya. Dan pemberitahuan terbanyak dimenangkan oleh mereka berdua.

Kedua temannya memaksa mengajaknya bertemu di tempat lain. Dan di sinilah Seoho, Harin dan Dongju. Sebuah restoran yang tak jauh dari tempat kostnya berada. Lumayan, hitung-hitung ia juga mengirit uang transportasi.

“Iya, siapa lagi kalo bukan cowok bajingan itu!” sahut Dongju tak sabaran.

Seoho menghentikan adukan sedotan pada jus miliknya. ”Dia nggak bajingan, Dongju, kalian salah paham,” bela Seoho.

Mendengar pembelaan itu, Harin menghela napas berat. “Ho, kita itu nggak mau lo kenapa-kenapa. Gue tau sendiri lo dilecehin sama dia, dan kemarin dia ngulangin hal yang sama.”

“Rin, udah gue bilang ini semua salah paham. Youngjo cuman nolongin gue yang kekunci di ruang sekret!” sahutnya.

Nada suaranya sedikit tinggi dari biasanya. Seoho memijat dahinya. “Nggak tau deh gimana jadinya kalo Youngjo nggak nolongin gue waktu itu. Bisa-bisa gue loncat dari jendela.”

Dongju berdeham. “Ehem! Soal pintu sekret yang dikunci itu, gue sama Harin sengaja ngunci pintunya, Ho.”

Seoho syok sejenak sebelum ia meledak. “Sialan lo berdua! Gue hampir gila di dalam sekret!”

Harin dan Dongju meringis bersamaan setelah menerima serangan dadakan berupa jambakan pada rambut mereka. Seoho dengan gemas menjambak kedua temannya itu.

“Sumpah kalian berdua nyebelin banget! Asu!!!” maki Seoho tak henti-hentinya.

Dongju menyisir rambutnya ke belakang setelah Seoho melepas cengkraman tangan pada rambutnya. “Habis lo kebo banget. Kita nggak enak bangunin lo, jadi kita kunciin aja sekretnya daripada lo kenapa-kenapa pas kita tinggal buat beli makan.” jelasnya.

“Lo nya juga nggak nelpon kita sih.” timpal Harin.

“Hape gue baterainya habis, cuk. Nggak bawa charger.” sahut Seoho seraya menghela napas.

Mereka diam sejenak. Tak ada yang berbicara. Seoho kembali meminum jus melonnya yang tersisa setengah gelas. Harin bersandar pada kursinya. Dan Dongju terlihat sedang berpikir. Keningnya mengerut. Ia membenarkan duduknya lebih tegap.

“Ho,” panggilnya.

“Apa?” sahut Seoho.

Dongju berhenti mengetukkan jemarinya ke permukaan meja dan berkata, “Mending lo jauhin Kim Youngjo deh. Kita nggak mau lo kenapa-kenapa. Kita tau bener gimana anak Mapala, apalagi si Youngjo itu.”

Mendengar apa yang dituturkan Dongju, Seoho mengembuskan seluruh udara yang tersimpan dalam dadanya. Apakah mereka akan terus membahas tentang Kim Youngjo?

“Dongju, udah lah…”

“Dengerin kita dulu, Ho. Lo harus tau!” sambar Harin.

“Sebagai teman yang baik, kita pasti pengen yang terbaik juga buat lo. Kita bertiga di sini, ditambah Kanghyun udah tau kalo Kim Youngjo pernah kurang ajar sama lo. Jangan lupa, lo udah dimacem-macemin sama dia. Asal lo tau, Kim Youngjo itu playboy-nya RBW.”

“Ho, kita sebagai teman lo jelas nggak mau lo dimacem-macemin,” tambah Dongju.

Semua itu memang benar. Apa yang dikatakan Harin itu adalah fakta. Bahwa Kim Youngjo adalah cowok yang berbahaya. Seoho tahu itu. Namun tak bisa dipungkiri bahwa kemarin ia merasakan sesuatu yang membuatnya merasa nyaman bersama cowok itu.

Akan tetapi, dibalik rasa aman itu terdapat keraguan yang membuat Seoho bimbang. Entah, Seoho pun bingung dengan perasaannya sendiri.

“Kalo menurut saran gue nih, mending lo jalan sama Bang Geonhak. Dia lebih bisa dipercaya dibanding Youngjo.” timpal Dongju.

Sekali lagi, apa yang dikatakan oleh temannya itu sangat benar. Jelas bahwa Kim Geonhak jauh lebih baik daripada Kim Youngjo. Geonhak lebih dewasa dan dapat membimbing serta menjaga Seoho lebih baik. Dan sebagai nilai tambahnya, Geonhak tidak pernah melakukan hal-hal kurang ajar seperti yang Kim Youngjo lakukan padanya.

“Pikir baik-baik, Ho.”

-cccCCCccc-

Suara petikan gitas terdengar. Dari titik kunci C, ke Am lalu ke Dm dan A sebagai interlude pengakhir bagian lagu yang mengalun indah. Setelah selesai menyanyikan beberapa lagu untuk penampilan di sebuah acara besok, Lee Seoho meletakkan gitar akustik kesayangannya.

“Selebihnya kayak gitu. Buat kajun nyusul deh tentuin ketukan yang bener,” kata Seoho pada anggota band-nya yang lain.

“Siap kak!”

Latihan selesai. Anggota UKM Seni yang berada di studio itu mulai berhamburan keluar. Kanghyun berdiri dari tempat duduknya sambil mengibas pelan area lehernya.

“Ho, gue balik duluan ya,” pamit Kanghyun seraya mengambil tas ranselnya.

Seoho berbalik setelah mematikan tombol off kabel yang terhubung dengan sound system. “Hati-hati, jangan lupa besok.”

Kanghyun melambaikan tangannya dan berkata, “Iyee, bye…”

Dan tinggal ia sendiri di ruang studio musik. Anggota lain sudah membubarkan diri. Sebagian ada yang pulang, sebagian lagi yang keluar hanya untuk membeli makanan. Seoho merasa perutnya mulai keroncongan lagi. Padahal sebelum latihan ia sudah makan satu porsi bakmi.

“Seoho!”

Merasa namanya dipanggil, Seoho menoleh. Seketika kedua sudut bibirnya melengkung ke atas mengetahui siapa yang memanggilnya. Seorang cowok bertubuh jangkung melambaikan tangan setelah ia keluar dari studio musik.

Kim Geonhak segera menghampiri Seoho dan bertanya, “Udah selesai latihannya?”

Seoho mengangguk. “Baru aja. Dari mana?”

“Baru selesai konsul. Skripsiku udah ACC lho, tinggal siap-siap ujian kompre buat minggu depan,” kata Geonhak dengan senyum lebarnya.

“Wah akhirnya selesai juga. Selamat ya! Lumayan cepet juga. Berarti wisuda bulan depan dong?”

Geonhak mengangkat alisnya sebanyak dua kali. “Iya doain aja ya, biar lancar. Oh iya, udah makan?”

“Emm…udah sih, tapi…”

Geonhak tertawa. “Ya udah makan dua kali aja. Soalnya aku belum makan siang.”

Tanpa menunggu jawaban, Geonhak segera menarik tangan Seoho dan membawanya menjauh dari studio musik. Mereka berjalan beriringan menuju mobil SUV putih milik Geonhak. Merasakan genggaman tangan Geonhak membuat Seoho semakin salah tingkah.

Cowok berbahu lebar itu selalu berhasil membuat wajah Seoho selalu menghangat jika berada di dekatnya. Apalagi jika tangannya digenggam seperti sekarang.

Geonhak membukakan pintu untuk Seoho setelah ia memencet tombol alarm pada kunci mobilnya. Seperti biasa, begitulah perlakuan gentle Geonhak padanya. Selalu membuat jantung Seoho menjadi lebih dag-dig-dug serr.

Geonhak segera menyalakan mesin mobilnya dan memindahkan porsneling dari posisi P ke D. Dengan menginjak pedal gas, perlahan mobil pun beranjak meninggalkan area parkir. Geonhak menyalakan radio sebagai pengusir kecanggungan di antara mereka.

Tak perlu memakan waktu lama, akhirnya mobil berbelok dan menepi di depan sebuah rumah makan cepat saji. Dengan ayam goreng berbumbu super-duper pedas sebagai menu andalannya.

Seoho terkekeh saat mobil sudah terparkir dengan rapi. Ia melepas sabuk pengamannya dan bertanya, “Jadi menu sore ini yang pedas-pedas ya?”

Geonhak tertawa. “Kita lihat siapa yang paling tahan makan yang pedas-pedas.” sahut Geonhak.

Mereka pun masuk secara beriringan menuju konter kasir untuk memesan dan membayar langsung. Setelah selesai, Geonhak membawakan satu nampan berisi setumpuk ayam goreng dengan bumbu cabai merah di atasnya, lalu meletakkannya di atas meja.

“Makan yang banyak ya.” kata Geonhak seraya menyodorkan satu gelas besar cola dingin pada Seoho.

“Iya…” sahut Seoho. Ia membelah sumpitnya menjadi dua.

Kompetisi makan ayam pun dimulai. Mereka mengisi perut dengan hikmad. Tak ada yang bicara. Satu sama lain mendesis bergantian karena kepedasan. Kadang mereka tertawa. Bibir sudah merah. Jontor seperti habis disengat lebah.

“Barusan habis latihan buat acara apa, Ho?” tanya Geonhak masih agak kepedasan.

Seoho segera menelan makanan yang ia kunyah sedari tadi. “Acara kampus seberang. Ada lomba gitu, jadi tiap kampus yang partisipasi harus ngisi acara itu juga. Kayak jadi guest star gitu deh,” jelas Seoho.

“Aku nggak tau juga sih gimana jelasnya, Harin yang paling ngerti,” sambungnya.

Geonhak mengangguk mengerti. “Maaf ya, Ho. Aku jadi jarang ke sekret sekarang soalnya udah nggak ada kuliah lagi. Ke kampus jarang banget. Paling banter cuma buat konsul, selebihnya sibuk persiapan lanjut magister.”

“Wah, langsung lanjut magister? Keren!” seru Seoho senang.

Dengan asiknya Seoho dan Geonhak saling berbicara. Menceritakan kisah lucu satu sama lain. Tak hentinya juga Lee Seoho terbahak mendengar cerita-cerita konyol yang Geonhak alami bersama para senior UKM Seni lainnya. Pada dasarnya cowok bertubuh jangkung ini memang cowok yang lucu, unik dan mempunyai selera humor yang oke. Akan tetapi, jika ia berdekatan dengan Geonhak, entah mengapa ada segelintir rasa canggung menggerogotinya.

Ting!

Ting!

Ting!

Suara dering pertanda pesan masuk mengisi notifikasi ponsel Seoho. Ia tak menghiraukan dering tersebut. Lebih memilih mendengar cerita Geonhak yang mengocok perutnya.

Tak peduli bagaimana tatapan orang kepada mereka berdua. Ia hanya ingin mengikuti alur yang Geonhak arahkan. Cowok ini benar-benar mampu membuat suasana hatinya jadi lebih baik. Seoho dapat dengan mudah melupakan segala kegundahan hatinya jika sedang bersama Geonhak.

Kim Youngjo? Entahlah, Seoho tak yakin. Hanya saja, jauh dalam relung hatinya, tak dapat dipungkiri ia juga merasa nyaman bersama cowok itu. Menurutnya, Youngjo memang pribadi yang hangat dari cowok itu berbicara padanya, menatap matanya, bahkan walaupun Seoho selalu memberikan tanggapan yang kurang ramah untuknya.

Bersama Kim Youngjo, Lee Seoho dapat menjadi dirinya sendiri. Ia dapat dengan bebas mengungkapkan isi hatinya. Tak peduli bagaimana awalnya Seoho membenci cowok itu, ia tetap tak menyerah untuk meminta maaf. Bahkan sampai nekat memanjat gedung UKM hanya untuk menghampiri Lee Seoho.

Pantas saja sebagian besar mahasiswi Kampus RBW berlomba-lomba mendekati dan menggilai Kim Youngjo. Tak hanya tampan, namun kepribadian hangat dan ramahnya juga menjadi daya tarik tersendiri.

Ting!

Ting!

Dering ponsel kembali terdengar. Membuat percakapan dan tawa mereka kembali terinterupsi. Geonhak perlahan berhenti tertawa.

“Hape kamu tuh,” celetuknya.

“Oh iya, bentar,” sahut Seoho.

Seoho segera merogoh ponsel di dalam saku celananya. Ia membuka notifikasi ponselnya dan menemukan banyak pesan dari…

Kim Youngjo.

Seoho mengerutkan keningnya dengan helaan napas berat saat membaca satu persatu isi pesan itu. Ia juga menemukan beberapa panggilan tak terjawab dari cowok itu. Melihat semua itu membuat Seoho kembali gundah. Ia teringat akan saran-saran dari dua sahabatnya kemarin.

Lee Seoho mengerti apa yang dimaksud oleh Ju Harin dan Son Dongju. Ia tahu, kedua temannya itu menginginkan yang terbaik untuknya. Akan tetapi, sanggupkah ia melawan godaan untuk tak terjatuh pada perangkap yang telah Kim Youngjo buat di hatinya? Ia sudah menetapkan hatinya untuk menghindar dari Kim Youngjo sesuai dengan instruksi Harin dan Dongju. Dan ia berharap semoga keputusannya itu tepat.

Seoho mencoba menenangkan pikirannya. Ia pun memutuskan untuk membalas pesan itu. Seusai pesan terkirim, Seoho segera memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana.

Geonhak yang melihat gelagat Seoho mengernyitkan dahinya. “Dari siapa, Ho?” tanya Geonhak penasaran.

Seoho menggeleng cepat lalu menjawab, ”Oh? Nggak….cuman dari operator doang, hehehe. Lupa belum isi pulsa.” elak Seoho.

Geonhak tertawa kecil. “Dapet SMS operator udah kaya dapet SMS dari mantan kamu aja, Ho. Pake ekspresi galau segala.”

![image](https://i.imgur.com/MhHrLCd.png)

Cowok berambut hitam kecoklatan itu mengeluarkan asap putih dari mulut dan hidungnya ke udara. Mata kosongnya menatap papan panjat Mapala RBW yang berdiri kokoh di depan gedung UKM Kampus RBW. Ia kembali mendekatkan rokoknya yang terselip di antara jari telunjuk dan jari tengahnya ke bibir. Menghisap asap dari filter sebatang rokok Marlboro merah yang tersisa separuh. Terlihat sangat tenang dari luar namun tak karuan di dalamnya.

“Jo, giliran lo!”

Terdengar suara berat yang terkesan malas dari Ktua Umum UKM Mapala memanggil namanya. Youngjo mengangkat tangannya yang terselip batang rokok ke udara dan balas berteriak, “Tanggung, Bang! Keonhee aja gantiin gue!”

Cowok berkulit putih pucat itu terlihat tidak suka. Ia menggeleng keras dan berkata, “Lo dari tadi mojok di situ bilangnya nyebat. Itu udah berapa batang?! Udah sana giliran lo!”

Youngjo berdecak dan terpaksa bangun dari tempat duduknya. Rokok yang tersisa separuh itu ia lempar asal ke tanah dan ia injak. Youngjo berjalan menghampiri temannya, Hwanwoong, untuk memasang harnest alat pengikat tubuh yang melingkar di pinggang dan paha climber.

“Mana calk bag-nya?” tanya Youngjo separuh hati.

Hwanwoong menyerahkan sebuah kantong berisikan kapur yang berfungsi agar tangannya tidak licin karena berkeringat ketika berpegangan pada batu nantinya. Youngjo melemaskan pergelangan kakinya dan merenggangkan otot tangannya sebelum mulai memanjat. Ia mencoba memfokuskan dirinya. Menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan kembali.

Ayolah, Kim Youngjo! Lupakan Lee Seoho sejenak dan fokuskan dirimu untuk latihan.

Setelah merasa mantap, ia menoleh pada Giwook yang sudah ready untuk bertugas sebagai belayer.

Ready, Jo!” serunya.

Youngjo mulai memanjat papan yang berdiri tinggi dan kokoh itu. Pada awalnya, Youngjo dapat meraih tiap batu-batu yang terpasang kuat dengan mudah. Namun pada level-level selanjutnya, semakin tinggi Youngjo memanjat, entah mengapa hand grip-nya semakin melemah. Padahal ia yakin bahwa fisiknya selalu prima untuk latihan seperti ini.

“Astaga, jo! Fokus!! Left, Kim Youngjo! Sebelah kiri!!” teriak Yonghoon dari bawah. Cowok berkulit putih pucat itu terlihat sangat jengkel hingga tangannya yang sedari tadi bersedekap kali ini terbuka lebar.

Jin Yonghoon berdecak kecewa ketika Kim Youngjo melepaskan cengkramannya dan membuat Giwook terkejut karena grigri yang terhubung tali kernmantel dengan descender pada harnest Youngjo tiba-tiba turun begitu saja. Giwook sampai tertarik maju beberapa langkah karena turunnya Youngjo secara tiba-tiba.

Sayang sekali, Youngjo sudah menyerah untuk memanjat. Padahal sisa satu per empat dari boulder lagi maka ia akan tiba di puncak. Harus diakui, Youngjo tak dapat memfokuskan diri setelah mendapat balasan singkat dari Seoho beberapa hari yang lalu.

Setelah ia mendapat balasan pesan itu, Youngjo sangat kaget dan syok bukan kepalang. Ia tak bisa diam saja. Kim Youngjo terus menerus mencoba menghubungi Lee seoho. Ia perlu sebuah penjelasan. Apapun itu.

Ia berusaha untuk menemui Lee Seoho. Namun hasilnya nihil. Youngjo sangat yakin, Seoho pasti mencoba menghindarinya. Entah kesalahan apa yang ia perbuat kali ini. Youngjo pun tak mengerti. Tetapi Youngjo yakin, sembilan puluh sembilan koma sembilan persen bahwa ia tak melakukan kesalahan. Karena cowok paling tenar di Kampus RBW itu mengantar Seoho pulang, dia terlihat ceria. Sebuah senyum selalu melengkung di bibir tipisnya.

Jika Kim Youngjo disebut sebagai cowok yang pesimis dan gampang menyerah, hal itu merupakan salah besar. Karena Kim Youngjo telah berusaha keras untuk bertemu dengan Lee Seoho dimana pun Seoho berada. Youngjo juga terus mencoba menghubungi Seoho, namun sepertinya nomornya sudah diblokir. Lee Seoho benar-benar mencoba memutuskan segala koneksinya dengan Kim Youngjo.

“Harusnya lo ambil kiri, Jo! Jo! Kim Youngjo!!”

Putra tunggal keluarga Kim itu tersadar dari lamunannya saat mendengar suara khas Jin Yonghoon yang menyerukan namanya. Di hadapannya berdiri senior sekaligus Ketua UKM Mapala RBW dengan wajah yang tak bisa diartikan.

Yonghoon menghisap rokok yang terselip di jarinya sebelum menghujani Youngjo dengan pertanyaan. “Lo kenapa sih, Nyet? Dua kali latihan, dua kali juga lo nggak fokus gini! Lo niat ikut lomba nggak sih?!”

Terbiasa melihat wajah Yonghoon yang selalu datar itu, Youngjo mengerti. Seniornya itu sedang marah. Dan Youngjo bosan mendengar omelan dari cowok berkulit seperti Toshio itu.

“Gue lupa harus ngerjain tugas, Bang. Sketsa gue belum rampung dan besok harus dikumpul,” dusta Youngjo sambil melepas harnest dari pinggul dan pahanya. “Gue balik duluan ya, Bang, Guys!”

Youngjo mengambil ransel dan tabung gambar berisi sketsanya yang tergeletak di tanah dan melambaikan tangannya. Berlari kecil parkiran gedung UKM dan menaiki mobil jeep nya. Meninggalkan teman-teman sesama pecinta alam itu yang kebingungan.